PTBA Pede Menyongsong 2017

Ilustrasi
Ilustrasi | Candra/Annualreport.id

Harga batu bara berpeluang memanas seiring dengan meningkatnya impor Tiongkok ke level tertinggi sejak Desember 2014 pada musim dingin. Namun, sentimen negatif dari proyeksi tumbuhnya produksi Negeri Tirai Bambu tersebut masih terus membayangi.

Data Administrasi Umum Bea Cukai Tiongkok menyebutkan, impor Tiongkok sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia pada periode November meningkat 25 persen (month on month/ mom) menjadi 26,97 juta ton. Sepanjang 11 bulan pertama 2016, pengiriman ke dalam negeri naik 22,7 persen (year on year/yoy) menjadi 229 juta ton.

Analis Success Futures, Deng Shun, mengatakan, lonjakan impor terjadi untuk menambah stok bahan bakar pembangkit listrik menjelang puncak musim dingin. Secara bertahap nantinya tingkat impor bakal melambat setelah persediaan dalam negeri meningkat tajam.

Harga batu bara telah melonjak pada paruh kedua 2016 setelah Presiden China Xi Jinping memerintahkan industri tambang dalam negeri memangkas produksi. Kebijakan tersebut bertujuan mengangkat industri batu bara dalam negeri keluar dari krisis sekaligus meringankan surplus suplai.

“Pembangkit listrik membutuhkan cukup banyak batu bara, solusinya ialah impor untuk mengantisipasi kekurangan stok pada musim dingin. Namun, impor secara bertahap akan melambat seiring dengan persediaan yang sudah meningkat,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis, 8 Desember 2016.

Sementara itu, menyambut harga batu bara yang sedang membaik guna pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor, Perusahaan pertambangan batu bara milik negara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk pun menargetkan untuk meningkatkan produksinya pada tahun 2017 nanti.

Direktur PTBA Ir Arviyan Arifin mengatakan, tahun depan, 2017, Perseroan akan meningkatkan produksi batu bara menjadi 27 juta ton dari 25 juta ton tahun ini.

Target peningkatan produksi batu bara ini, menurut Arviyan, tentunya memerlukan dukungan dari perusahaan perkertaapian negara, yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Selama ini, PT KAI sudah memfasilitasi angkutan batu bara dari lokasi penambangan batu bara PTBA di Tanjung Emin, Sumatera Selatan, ke Pelabuhan Tarahan di Lampung.

“Ekspansi kita, produksi kita, kita harapkan lebih baik dari tahun ini, ini sangat tergantung pada angkutan PT KAI. Dengan adanya kerja sama ini kita harapkan bisa tingkatkan kapasitasnya, kita harapkan ada pertumbuhan dari produksi,” kata Arviyan.

Di samping meningkatkan produksi batu bara, Perseroan juga berencana pada kuartal pertama tahun 2017 mengakuisisi perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara. Akuisisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas Perseroan secara anorganik.

“Kita juga merencanakan meningkatkan pertumbuhan nonorganik dengan cara mengakuisisi perusahaan-perusahaan pertambangan untuk mendukung bisnis kita,” kata Arviyan.

Sementara itu, harga batu bara acuan (HBA) Desember terus merangkak naik sebesar 19,93 persen ke level US$101,69 per ton dari HBA November sebesar US$84,79 per ton. 

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, faktor utama yang menjadi penyebab naiknya harga komoditas tersebut masih sama dengan sebelumnya yaitu berkurangnya pasokan batu bara dunia, sementara permintaan semakin meningkat.

“Harga batu bara masih naik karena Tiongkok membatasi produksi, sedangkan kebutuhan energi pada musim dingin meningkat,” katanya

Industri Penunjang

Sementara itu, kenaikan harga dan peningkatan permintaan batu bara juga dirasakan dampaknya oleh pelaku industri penunjang lainnya. Seperti yang dialami oleh PT Berkat Anugerah Sukses Abadi (BASA). Perusahaan penyewa alat-alat berat bagi industri pertambangan di Banjarmasin ini, merasakan dampak dari mulai tumbuhnya permintaan batu bara yang terus meningkat.

“Setelah mengalami semacam mati suri dalam dua tahun terkahir, industri batu bara saat ini mulai kembali membaik. Membaiknya industri tersebut berdampak pada bisnis kami, dengan semakin meningkatnya permintaan alat-alat berat di areal pertambangan,” kata Direktur Utama BASA Rustam, saat ditemui di kediamannya, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin, 5 Desember 2016.

Rustam mengatakan, permintaan alat-alat berat tersebut cukup signifikan bahkan dia merasa kewalahan. Beruntung, ketika permintaan alat-alat berat tengah mengalami penurunan, BASA memilih menyimpan alat-alat tersebut di gudang. Ketika permintaan meningkat, pihaknya telah siap.

“Ketika industri batu bara sedang turun, banyak pelaku industri seperti kami yang memilih untuk menjual alat. Tapi kami lebih memilih untuk menyimpan dan merawatnya di gudang. Saat-saat seperti sekarang ini, kami jadi lebih siap,” katanya. (DD)