Pertamina Pun Menjadi Induk Holding BUMN Migas

Ilustrasi
Ilustrasi | Candra/Annualreport.id

Banyak pengamat menilai PT Pertamina (Persero) layak menjadi induk usaha (holding) bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, mengingat kinerja keuangan Pertamina yang sangat positif hingga kuartal III 2016. Pertamina juga telah menunjukkan keberhasilan untuk tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan meski di tengah turunnya harga minyak dan gas.

Bahkan, Perseroan berhasil meningkatkan laba secara signifikan melalui efisiensi biaya, perbaikan struktur keuangan dan menggiatkan pemasaran di dalam negeri serta ekspor. Tercatat hingga kuartal III 2016, Pertamina berhasil meraih laba bersih sebesar US$2,83 miliar, angka tersebut meningkat 209 persen dibandingkan dengan tahun pencapaian pada periode yang sama tahun 2015 sebesar US$914 juta.

Menurut pengamat BUMN Muhammad Said Didu, kondisi Pertamina memang sangat baik dan sehat. Hal ini tampak dari sisi keuangan, kinerja, dan efisiensi yang semua bagus. Di antara ratusan BUMN, tahun ini memang hanya Pertamina yang masuk ke dalam deretan 500 perusahaan elit dunia. Prestasi ini mengulang tahun sebelumnya, Pertamina juga masuk jajaran perusahaan terkemuka sejagad.

Menurut dia, kontribusi Pertamina terhadap negara sangat besar. Selain laba yang selalu meningkat, kata Said, Pertamina merupakan penyumbang terbesar dividen BUMN. Selain itu, Pertamina juga merupakan penyumbang pajak terbesar.

Dengan kondisi tersebut, pembentukan holding BUMN energi juga sesuai dengan impian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang ingin BUMN Indonesia kuat dan bisa bersaing di tingkat global. Sri Mulyani sebelumnya menyatakan pembentukan BUMN akan bermanfaat bagi Indonesia untuk memperbesar ukuran perusahaan pelat merah maupun ekonomi negara ini. Tujuannya supaya Indonesia memiliki BUMN hebat dan menjadi pemain dunia.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto berpendapat, pembentukan holding BUMN Migas terutama akan memperkuat kemampuan perusahaan dalam mendanai proyek-proyek yang akan dikerjakannya.

Menurut Dwi, Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah untuk membangun sejumlah infrastruktur demi meningkatkan ketahanan energi nasional. Sehingga menurutnya, pembentukan holding BUMN Migas ini memiliki urgensi yang tinggi.

“Urgensinya, sinergi keuangan akan menciptakan kemampuan pendanaan sehingga kita bisa berinvestasi lebih cepat. Kalau sebelumnya masing-masing (BUMN) tidak mampu berinvestasi besar selama satu hingga dua tahun ke depan, tapi kalau dia gabung maka mungkin investasinya bisa langsung start,” kata Dwi.

Ia menambahkan, hal ini juga akan berdampak baik pada penghematan belanja modal atau capital expenditure (capex) calon anak usaha, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), terutama di proyek-proyek yang bersinggungan langsung dengan anak usaha Pertamina di bidang jaringan gas, PT Pertamina Gas (Pertagas).

“Dan setelah itu terbentuk, tentu kami perlu ubah Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) karena ada perbaikan efisiensi maupun pendistribusian gas, harusnya kinerja bisa menjadi lebih baik,” katanya.

Dwi Soetjipto sendiri pernah membantu pemerintah membidani holding BUMN di bisnis semen yaitu PT Semen Indonesia Tbk pada Desember 2012 lalu. Ketika itu, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Gresik (Persero) Tbk yang ditetapkan pemerintah sebagai holding dari dua perusahaan semen milik negara lainnya yaitu PT Semen Tonasa Tbk, dan PT Semen Padang.

Dengan alasan ingin menghilangkan sekat antar perusahaan semen yang tergabung dalam holding dan menggabungkan seluruh potensi yang ada, RUPSLB Semen Gresik pada 20 Desember 2012 kemudian menyetujui penggantian nama Semen Gresik menjadi Semen Indonesia. Termasuk di dalamnya Thang Long Cement Joint Stock Company, perusahaan semen asal Vietnam yang diakuisisi oleh Semen Gresik senilai US$157 juta sebelum pembentukan holding diresmikan.

Di bawah kepemimpinannya, Semen Indonesia mampu meningkatkan kinerja keuangan dengan BUMN besar seperti Pertamina dan PT PLN (Persero) berkat peningkatan kapasitas produksi menjadi 26 juta ton per tahun. Angka tersebut mengalahkan kapasitas produksi Siam Cement Thailand sebesar 23 juta ton, yang sebelumnya menjadi raja semen Asia Tenggara. (DD)