Investasi Efektif Demi Masa Depan

Ilustrasi Satelit BRISat
Ilustrasi Satelit BRISat | annualreport.id

Keputusan pembelian BRIsat ini sebenarnya diputuskan sejak pada tahun 2014, ketika BRI dipimpin oleh Sofyan Basir. Tepat pada Senin, 28 April, di Gedung BRI 1, Jakarta, disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  yang didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tifatul Sembiring, Sofyan Basir selaku Dirut BRI menandatangani kontrak pengadaan BRIsat dengan perusahaan Amerika Serikat Space System/Loral, LLC yang akan memproduksi BRIsat, dan Arianespace, perusahaan Prancis yang akan meluncurkan BRIsat.

Pengadaan satelit itu murni bertujuan untuk menciptakan terintegrasinya sistem informasi dan jaringan BRI di seluruh Indonesia. Sistem komunikasi itu nantinya mampu menghemat sekitar 70 persen per tahun dari total biaya teknologi komunikasi sebesar Rp500 miliar, yang dibayarkan selama ini. “Yang paling tahu perlu beli satelit sendiri atau tidak tentu manajemen BRI sendiri. Kalau Indonesia itu seperti Tiongkok atau India, memang (satelit---red) tidak perlu. Dua negara itu berupa daratan (mainland). Komunikasinya bisa lewat kabel. Tapi Indonesia ini berpulau-pulau, jarak dari barat sampai ke timur 5.200 km. Sementara jaringan BRI menyebar ke seluruh pelosok dan ke seluruh pulau. Kalau BRI sudah puas (dengan pelayanan---red) seperti ini, tentu tidak perlu satelit," katanya.

Kepada merdeka.com Sofyan menceritakan bagaimana keputusan pembelian satelit itu dilakukan. Katanya, meski BRI sudah menjadi bank yang sangat besar, tapi harus terus berkembang. Besar untuk ukuran Indonesia, tapi belum besar untuk ukuran dunia. BRI sudah menjadi micro banking terbesar di dunia. Sistemnya harus benar-benar kuat. Sistem teknologi informasinya harus benar-benar modern.

Soal harga, menurut Sofyan, memang mahal. Tapi bagi BRI, dengan laba tahun lalu Rp21,5 triliun, pengadaan satelit ini berada dalam jangkauan kemampuannya. Apalagi pengeluaran rutin untuk komunikasinya sudah mencapai Rp500 miliar setahun. Kalau punya satelit sendiri pengeluaran itu bisa turun menjadi kurang dari Rp250 miliar setahun. Ada penghematan Rp250 miliar per tahun.

“Saya menyetujui langkah besar BRI ini. Dengan satelit ini, BRI bisa memberikan pelayanan lebik baik. Bahkan bisa leluasa membuka jaringan di pulau sejauh apa pun dan seterpencil apa pun. Pulau-pulau yang jauh itu tidak lagi jauh secara sistem. Semuanya bisa dikontrol secara tersentral dan real time,” katanya.

Di balik keberhasilan tersebut, ada peran Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo dan juga Presiden SBY. “Perjuangan satelit ini tidak kalah heroiknya dibanding dengan perjuangan mendapatkan Inalum tahun lalu (2013---red),” kata Sofyan.

Dahlan Iskan yang menjabat sebagai Menteri BUMN ketika itu juga sempat mengatakan, pembelian satelit tersebut sebagai perjuangan lantaran cukup rumit. Pemerintah pun perlu turun tangan untuk mendapatkan ruang orbit di luar angkasa dengan memakan waktu hingga dua tahun.

Kavling atau lokasi orbit BRIsat tersebut disebut-sebut sebagai lokasi orbit terbaik di dunia. Kavling ini menjadi rebutan banyak negara. Menurut Sofyan Basir, saking banyaknya negara yang mengincarnya, sampai-sampai kompromi harus dilakukan.  Di lokasi yang mestinya diisi 360 satelit itu kini sudah diisi lebih dari 900 satelit. Alangkah padatnya, betapa penuhnya orbit itu oleh satelit dari seluruh dunia. “Itulah sebabnya apa yang dilakukan BRI ini sungguh heroik. Terlambat sedikit lokasi itu bisa jatuh ke negara lain,” kata Sofyan menambakan.

Dengan langkah ini pula BRI bisa menarik pulang ahli-ahli satelit Indonesia yang selama ini bekerja di luar negeri. Anak-anak bangsa itu dulunya disekolahkan oleh Burhanuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie ke luar negeri. Lalu tidak pulang karena kondisi ekonomi Indonesia yang terpuruk.

Salah satu di antara mereka adalah Dr Ir Meiditomo Sutyarjoko, MSEE, yang sempat bertemu Sofyan Basir di Jakarta. Dia mengatakan kepada Sofyan Basir bahwa suatu saat nanti Indonesia harus bisa meluncurkan satelitnya sendiri, dan dia merasa mampu.

Meiditomo adalah ahli satelit yang dipercaya oleh negara-negara maju, adik kandung ahli nuklir Indonesia, Yudiutomo Imarjoko yang kini menjabat Dirut PT Batantek. Sofyan Basir pun semakin mantap dengan satelitnya, dan Meiditomo kini menjadi pegawai Bank BRI yang akan mengelola BRIsat.

“Jadi, BRIsat akan dikelola BRI sendiri. Bukan dikelola, misalnya, anak perusahaan, yang akan memungkinkan menjual satelit tersebut. Kami ingin satelit ini tidak pernah dijual," kata Sofyan Basir. (Foto: bri.co.id)