Solusi Kehidupan yang Terintegrasi dan Konsep TOD

ilustrasi
ilustrasi | Dok. TreeHugger

Pembangunan kereta cepat adalah bagian dari rencana besar pemerintah untuk membangun transportasi massal, konektivitas antar kota, dan membangun kawasan guna menciptakan sentra ekonomi baru. Kereta cepat merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk menghadirkan transportasi massal yang andal, aman dan nyaman, dan salah satu model modernisasi transportasi massal yang memungkinkan mobilisasi manusia dan barang secara optimal.

Pembangunan kereta cepat telah digagas oleh pemerintahan sebelumnya antara lain secara teknis pada tahun 2014. Khusus pembangunan kereta api cepat Jakarta–Bandung mulai dibahas pada 2015 melalui tahapan-tahapan yang terukur seperti rencana pengembangan, kajian kelayakan ekonomi, dan rapat terbatas. Kelak kereta cepat Jakarta–Bandung yang diproyeksikan beroperasi pada tahun 2019 merupakan kereta cepat pertama di Asia Tenggara dan belahan bumi bagian selatan.

Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung merupakan salah satu bagian dari rencana pembangunan transportasi massal kereta yang akan dilakukan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua sepanjang 3.258 kilometer (km). Koridor kereta cepat Jakarta–Bandung merupakan awal terhubungnya kota-kota lain di Indonesia dengan teknologi kereta cepat.

Koridor-koridor berikutnya menuju Cirebon, Semarang, Surabaya dan Banyuwangi. Rute Jakarta–Bandung mendapat prioritas karena saat ini kepadatan rute Jakarta–Bandung via tol Cipularang telah mencapai lebih dari 140 ribu kendaraan per hari. Kepadatan ini tidak hanya meliputi kendaraan penumpang namun juga kendaraan barang.

Kondisi ini membuat jarak Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km yang seharusnya dapat di tempuh dalam waktu 1,5-2 jam menjadi 3-4 jam dalam kondisi normal. Dalam kondisi akhir pekan dan libur waktu tempuh bisa lebih panjang.

Adapun jalur kereta Argo Parahyangan saat ini baru bisa melayani 2.000–2.500 penumpang per hari. Kepadatan ini diproyeksikan akan terus meningkat pada 5–10 tahun mendatang. Sementara itu dari sisi ekonomi, Pemerintah melihat koridor Jakarta–Bandung memiliki potensi besar dalam pengembangan industri, perdagangan dan pariwisata. Kawasan Jakarta–Bandung juga dinilai memiliki daya beli yang cukup tinggi yang mampu membayar biaya tiket kereta cepat.

Operasional pendapatan dari kereta cepat ini tidak hanya berasal dari penerimaan tiket saja tapi juga dari perluasan bisnis lainnya dalam kawasan stasiun dan sekitarnya/transit oriented development (TOD) seperti iklan, pertokoan dan perkantoran sesuai best practice yang berlaku di semua negara yang mengoperasikan kereta cepat.

Pengembangan TOD merupakan unit usaha yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan kereta cepat. TOD memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan dari keseluruhan proyek kereta cepat ini.

Dalam pelaksanaan pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung akan dilakukan transfer teknologi yang mendukung industri kereta api nasional. Sehubungan dengan transfer teknologi ini akan dibentuk satu perusahaan patungan antara Konsorsium BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Indonesia dan Konsorsium BUMN Tiongkok yang mempunyai pabrikasi rolling stock untuk kereta komuter, Light Rail Transit (LRT) dan kereta cepat.

Pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung ini akan memanfaatkan semaksimal mungkin tenaga lokal. Tenaga kerja asing masih diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang belum dikuasai tenaga lokal seperti tenaga ahli dalam bidang kereta cepat yang dipekerjakan di proyek ini. Diharapkan ada alih pengetahuan dari tenaga kerja asing kepada tenaga lokal, sehingga kemampuan tenaga kerja lokal dapat meningkat.

Di antara wilayah-wilayah baru yang akan dibangun dan diintegrasikan dengan KCIC adalah Walini, sebuah area perbukitan yang dikenal dengan perkebunan dan produk teh. Dengan total luas wilayah 1.270 hektare, Walini akan menjadi salah satu lokasi stasiun kereta sekaligus wilayah pemukiman baru yang modern yang dikembangkan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.

ilustrasi

Walikota Bandung Ridwan Kamil menegaskan, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi alasan lahirnya ekonomi baru, berkembangnya sebuah kota baru, namanya kota Walini. Menurutnya, 50 persen lahan di Walini sudah tidak produktif. Hal ini memungkinkan dijadikannya pusat pertumbuhan ekonomi baru.

“Ini sebenarnya manfaatnya bukan hanya kepada Jakarta dan Bandung, tapi juga alasan pertumbuhan ekonomi baru di antara koridor itu,” ujarnya beberapa waktu silam seperti dikutip dari keterangan pers di www.kcic.co.id.

Keunggulan utama kota baru ini di antaranya memiliki konsep Zona Hijau, yaitu Wilayah hijau dan berkelanjutan untuk berekreasi dan bekerja dilengkapi dengan teknologi hijau untuk melayani warga Walini.

Kota ini juga memiliki Blok kompak, yaitu semua bangunan rumah dan industri dibangun di blok-blok yang terhubung dengan stasiun kereta melalui jalan biasa serta jalur sepeda dan jalur pejalan kaki.

Kota ini juga mengadopsi koefisien dasar bangunan yang rendah. Artinya, hanya 45 persen wilayah hijau dialokasikan untuk bangunan sehingga menghasilkan lingkungan yang lebih hijau dan memberi ruang lebih banyak bagi pejalan kaki dan pesepeda. Sedangkan bangunan di kota ini diklaim memiliki standar internasional.

Sistem konstruksi berstandar internasional menjadikan Walini area yang tahan uji, layak huni, dan memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab sehingga tercipta konsep gaya hidup hijau yang sesungguhnya.

Walini akan dibagi menjadi tiga zona yang meyediakan fasilitas khas kehidupan modern, termasuk stasiun kereta cepat, blok perumahan dan perkantoran bertinggi sedang, lapangan golf, janapada (klub sosial dan rekreasi di pinggir kota), universitas, dan rumah sakit.(ISJ)