Pertumbuhan kota yang secara rata-rata di dunia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, menimbulkan segudang persoalan yang semakin rumit dan komples. Di antaranya adalah masalah kemacetan, banjir, sampah, polusi udara, dan lain-lain. Pemerintah kota pun bekerja keras mencari jalan keluarnya. Tujuan utamanya adalah bagaimana masyarakat kota tetap merasa nyaman dan aman.
Salah satu konsep yang paling mengemuka dan diterima, bahkan diimpikan untuk diwujudkan oleh kota-kota di berbagai belahan dunia adalah smart city, atau disebut juga kota yang cerdas dan gegas. Dalam situs smartcityindonesia.org, dijelaskan, sebuah kota dikatakan smart apabila kota tersebut benar-benar dapat mengetahui keadaan kota di dalamnya, memahami permasalahan tersebut secara lebih mendalam, hingga mampu melakukan aksi terhadap permasalahan tersebut.
Sementara dalam buku Pengenalan dan Pengembangan Smart city, disebutkan bahwa kota cerdas adalah sebuah konsep pengembangan dan pengelolaan kota dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Dengan TIK, berbagai macam data dan informasi yang berada disetiap sudut kota dapat dikumpulkan melalu sensor yang terpasang di setiap sudut kota, dianalisis dengan aplikasi cerdas, selanjutnya disajikan sesuai dengan kebutuhan pengguna melalui aplikasi yang dapat diakses oleh berbagai jenis gadget.
Prof. Suhono Harso Supangkat, ahli smart city dari Institut Teknologi Bandung, pernah mengatakan, secara teoritis, smart city dapat dijabarkan melalui enam dimensi yakni smart economy, smart mobility, smart environment, smart people, smart living, dan smart governance. Enam dimensi itu berhubungan dengan teori regional dan neoklasik pertumbuhan dan pembangunan perkotaan tradisional.
Dengan membangun secara perlahan demi perlahan, seharusnya konsep smart city tidak hanya menjadi sebuah konsep atau impian tetapi dapat diwujudukan dengan baik.
Secara global, konsep smart city untuk pertama kali dikemukakan oleh IBM, perusahaan komputer ternama di Amerika. Perusahaan tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
Untuk menyukseskan konsep smart city ini, IBM melansir enam indikator agar sebuah kota bisa menjadi kota yang pintar. Yaitu, masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep smart living.
Menurut IBM, dengan mengoptimalkan keenam indikator tersebut, konsep smart city bukan lagi sebuah wacana belaka. Dari keenam indikator ini, bisa lebih difokuskan atau dimaksimalkan salah satunya.
Misalnya, kota Copenhagen. Kota yang ada di Denmark ini memfokuskan diri untuk pengoptimalan bidang lingkungan. Karena hal ini, Copenhagen dianggap sebagai salah satu kota pintar di dunia.
Predikat smart city juga dimiliki oleh Seoul. Ibu Kota Korea Selatan tersebut fokus pada pelayanan publik pada bidang teknologi informasi. Tidak aneh jika kota ini memiliki jaringan internet tercepat di dunia.
Konsep smart city ini kemudian menjadi impian banyak kota besar. Konsep ini dianggap sebagai solusi dalam mengatasi kemacetan yang mengular, sampah yang menggunung, ataupun pemantau kondisi lingkungan di suatu tempat.
Perjalanan menuju konsep smart city ini juga sudah mulai berjalan pelan-pelan. Dukungan aplikasi yang terus berkembang serta terciptanya ekosistem kreatif di bidang teknologi, merupakan langkah awal yang baik menuju kota pintar. Setidaknya, hal tersebut dapat dilihat di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Bahkan, Kota Bandung menjadi percontohan sebagai kota pintar pertama lewat konsep Bandung Technopolis.
Mengenai hal ini, Prof. Suhono Harso Supangkat pernah mengungkapkan, smart city akan membuat kemacetan bisa perlahan teruraikan. Misalnya ketika kendaraan dalam keadaan merayap, ada sensor di lampu lintas yang nantinya akan memindai keadaan hingga membuat lampu hijau menyala lebih lama untuk jalur yang merayap.
Kondisi lain, misalnya, ada daerah kotor, maka sensor membacanya kemudian hadirlah alat pembersih yang membersihkan daerah kotor tersebut. Dalam hal ini, sensor akan mendapatkan peran vital untuk menunjang sebuah konsep smart.
Karena itu, masih menurut Suhono, smart city harus didukung pula oleh lima elemen dari teknologi pintar, yakni sensor pintar, komunikasi dari satu mesin ke mesin lain, komputasi awan, media sosial, dan teknologi Geographical Information System atau GIS.
Kelima teknologi ini cukup penting meski Suhono mengakui komunikasi mesin dengan mesin lain (machine to machine) merupakan hal yang masih belum bisa diterapkan di masa sekarang. Namun, keempat unsur lain masih memungkinkan. Setidaknya agar masyarakat bisa mendapatkan informasi dan akses lebih cepat.
Guna mempercepat terwujudnya smart city di Indonesia, ITB telah bekerjasama dengan perusahaan teknologi informasi menciptakan berbagai inovasi Smart System Platform (SSP). SSP adalah wadah berbagai informasi dengan layanan GPS, CCTV, dan informasi kota seperti kepegawaian, kesehatan, pendidikan, dan kependudukan. (DD)