Revaluasi Aset Meningkatan Value BUMN Infrastruktur

ilustrasi
ilustrasi | Joko/Annualreport.id

Di samping suntikan PMN, Pemerintah juga mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya dan perusahaan non-BUMN lainnya untuk melakukan revaluasi aset. Peningkatan nilai aset tercatat akibat revaluasi aset tersebut memberikan peluang mendapatkan pendanaan dari pihak eksternal baik investor atau kreditur di samping mengoptimalkan produktifitas sehingga diharapkan meningkatkan laba di masa mendatang.

Implementasi revaluasi aset ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 79/PMK.03/2008 tentang perusahaan yang melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan. Insentif dari sisi pajak diberikan kepada perusahaan yang melakukan revaluasi aset tujuan perpajakan pada 2015 dan 2016 berdasarkan  Permenkeu Nomor 191/PMK.010/2015.

Dalam Permenkeu tahun 2008 tersebut diatur bahwa perusahaan yang mengajukan dan melakukan revaluasi aset dikenakan pajak penghasilan bersifat final sebesar 10%. Untuk revaluasi aset tahun 2015 dan 2016, wajib pajak mendapatkan perlakukan khusus berupa pajak penghasilan bersifat final sebesar 3% untuk pengajuan sejak berlakunya Permenkeu tersebut sampai 31 Desember 2015; 4% (periode pengajuan 1 Januari 2016-30 Juni 2016); dan 6% (periode pengajuan 1 Juli 2016-31 Desember 2016).

Program revaluasi aset yang diikuti BUMN pada 2015 telah meningkatkan aset BUMN dari Rp 4.577 triliun posisi 2014 menjadi Rp 5.395 triliun pada 2015 (Kompas.com, 19/1/2016). BUMN “karya” yang membukukan selisih revaluasi aktiva tetap setelah pajak berdasarkan laporan keuangan audit 2016 di antaranya adalah WSKT (Rp495,3 miliar); PTHK (Rp467,5 miliar); dan ADHI (Rp465,1 miliar).

Penyertaan modal Pemerintah yang dikombinasikan dengan revaluasi aset tetap tersebut memberikan pengaruh positif terhadap kondisi keuangan BUMN infrastruktur. Ekuitas PTHK dan WSKT mengalami peningkatan signifikan masing-masing menjadi Rp5,3 triliun pada tahun 2015 dibandingkan Rp974,9 pada tahun sebelumnya terutama ditopang oleh penerimaan PMN sebesar Rp3,6 triliun sehingga modal ditempatkan dan disetor naik menjadi Rp4,1 triliun.

Disisi lain, ekuitas WSKT meningkat signifikan menjadi Rp9,7 triliun pada 2015 dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp2,8 triliun terutama ditopang dana PMN sebesar Rp3,5 triliun dan dana publik Rp1,8 triliun melalui mekanisme right issue. Ekuitas ADHI juga menguat menjadi Rp5,2 triliun pada tahun 2015 dibandingkan Rp1,6 triliun setahun sebelumnya juga melalui right issue yang berhasil menyerap dana sebesar Rp2,7 triliun yang mana Rp1,4 triliun berasal dari dana PMN.

Sementara itu, meski tidak melakukan revaluasi aset SMI mampu membukukan kenaikan ekuitas terbesar menjadi Rp25,4 triliun pada tahun 2015 terutama ditopang penerimaan PMN sebesar Rp20,4 triliun.

PMN ini diberikan dua tahap yakni sebesar Rp18,4 triliun pada tanggal 23 Desember 2015 dan Rp2,0 triliun pada 31 Desember 2015 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 dan 95 Tahun 2015.

Lembaga keuangan yang menunjang pembangunan infrastruktur lainnya yakni SMF mampu membukukan kenaikan ekuitas menjadi Rp5,2 triliun pada tahun 2015 dari Rp4,0 triliun pada 2014 terutama disebabkan injeksi dana PMN sebesar Rp1,0 triliun pada 2015.

Peningkatan ekuitas perusahaan-perusahaan milik Pemerintah yang mendapatkan dana PMN ini pada 2016 menunjukkan kemampuan mereka yang baik dalam mengelola bisnis dan permodalan sekaligus meningkatkan value BUMN infrastruktur.

Di sisi lain, sejalan dengan penambahan modal ini aset BUMN infrastruktur juga mengalami peningkatan pada 2016 ditopang oleh realisasi proyek infrastruktur di sepanjang tahun tersebut.

Grafik 1. Perkembangan Ekuitas BUMN Infrastruktur

ilustrasi

Sumber: Laporan Keuangan BUMN

Grafik 2. Perkembangan Aset BUMN Infrastruktur

ilustrasi

Sumber: Laporan Keuangan BUMN

Dukungan Pemerintah berupa PMN yang mendongkrak modal BUMN infrastruktur pada 2016 juga dapat dilihat di JSMR, APIA, dan WIKA. Ekuitas JSMR naik menjadi Rp16,3 triliun pada 2016 ditopang oleh right issue sebesar Rp1,8 triliun yang terdiri dari Rp1,3 triliun dana dari PMN dan Rp535,0 miliar dana dari publik.

Operator bandara APIA juga membukukan kenaikan modal menjadi Rp19,9 triliun pada 2016 setelah mendapatkan dana PMN sebesar Rp2,0 triliun ditambah pengalihan barang milik negara pada Kementrian Perhubungan senilai Rp122,0 miliar. Adapun pelaksanaan right issue WIKA dengan total penyerapan dana sebesar Rp6,1 triliun dengan porsi dana dari PMN sebesar Rp4,0 triliun turut mendorong perbaikan ekuitas BUMN tersebut.(STO)