Perkembangan Pembangunan di Tengah Rintangan

ilustrasi
ilustrasi | Dok. emaze.com

Dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan infrastruktur di Indonesia, Pemerintah melakukan upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam kurun waktu yang singkat. Terdapat pembangunan 245 proyek infrastruktur dan dua program dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) hingga 2019.

Hingga Juni 2017, sebanyak lima proyek telah rampung dan 130 proyek dalam tahap konstruksi. Sebanyak 245 proyek dan dua program PSN berdasarkan evaluasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diubah dengan Perpres 58 Tahun 2017.

Terdiri dari pembangunan 74 proyek jalan, kereta 23 proyek, pelabuhan 10 proyek, bandara 8 proyek, kawasan ekonomi khusus 30 proyek, perumahan 3 proyek, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) 3 proyek, air bersih dan sanitasi 10 proyek, bendungan 54 proyek, irigasi 7 proyek. Adapula proyek teknologi 4 proyek, smelter 6 proyek, energi 12 proyek, pertanian atau kelautan 1 proyek. Sementara 2 program PSN, yakni 1 program kelistrikan 35 ribu Megawatt (MW) dan 1 program pengembangan industri pesawat terbang.

Langkah Pemerintah untuk memulai pembangunan proyek strategis nasional masih terkendala oleh tiga hambatan besar. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, sekaligus Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, tiga hambatan tersebut yakni terkait tata ruang, pembebasan lahan dan pendanaan.

Selama ini, baik Pemerintah pusat maupun daerah mengalami kesulitan untuk memulai proyek lantaran belum adanya penetapan tata ruang yang jelas. Karena itu, rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, menjadi salah satu solusi agar Pemerintah dan juga pemda dapat segera memulai proyek strategis nasional, khususnya yang menjadi prioritas Pemerintah.

“Persoalan tata ruang kita berikan kewenangan kepada Menteri ATR untuk memberikan rekomendasi bagi PSN yang mungkin belum ada di tata ruangnya,” kata Wahyu, seperti dikutip Bisnis.

Hambatan kedua yang menjadi persoalan adalah terkait pembebasan lahan. Menurut Wahyu, masalah pembebasan lahan yang kerap kali ada di setiap proyek membuat Pemerintah kesulitan untuk menentukan lokasi.

Selain tata ruang dan lahan, masalah ketiga yang harus ditangani oleh Pemerintah adalah pendanaan. Untuk proyek strategis nasional atau PSN, total investasi yang dibutuhkan untuk memulai proyek tersebut senilai Rp4.197 triliun.

Sebab itu, untuk memulai proyek tersebut diperlukan investasi swasta mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan BUMN hanya mampu mendanai sebagian kecil dari keseluruhan PSN tersebut.

“Lalu (persoalan lain) pembiayaan non-anggaran pemerintah. Kalau hanya berlandas APBN tidak cukup maka kita perlu gunakan dana pensiun, asuransi dan lainnya, ini fasilitas yang perlu digunakan,” jelas Wahyu.

Terkait tata ruang, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN, Arie Yuriwin mengungkapkan, Pemerintah telah menyelesaikan pembangunan 5 proyek dari 245 proyek dan 2 program PSN hingga Juni 2017. Sedangkan 130 proyek dalam tahap konstruksi.

“Sementara 12 proyek masih dalam tahap transaksi dan 100 proyek dalam proses penyiapan. Jadi masih ada tugas menyelesaikan 112 proyek pada 2018-2019, karena penyelesaian proyek hingga 2017 sebesar 54 persen,” ujarnya, seperti dikutip Liputan6.

Sementara untuk program kelistrikan 35 ribu MW hingga Juni 2017, kata Arie, beberapa pembangkit listrik dengan kapasitas 758 MW sudah beroperasi. Sebanyak 14.593 MW dalam tahap pembangunan.

“Sebanyak 8.150 MW sudah selesai Power Purchase Agreement (PPA), namun belum financial close. Yang dalam tahap pengadaan 5.355 MW, dan tahap perencanaan 6.970 MW,” Arie menerangkan.

Arie menuturkan, kendala yang dihadapi untuk merampungkan proyek strategis nasional paling besar adalah isu pendanaan dengan persentase 30 persen. Masalah pembebasan lahan 25 persen, isu perizinan 10 persen, dan isu pelaksanaan konstruksi 8 persen.

“Dengan adanya Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sangat membantu proses pembebasan lahan. Dan kini masalah utama kita adalah pendanaan,” tutur Arie.

Untuk diketahui, Pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp4.700 triliun untuk membangun berbagai macam proyek infrastruktur dalam kurun waktu 5 tahun ini (2015-2019). Persoalan pembebasan lahan yang masih menjadi hambatan, antara lain, terkait sponsor, ketidakpastian pembiayaan, parameter keuangan, struktur keuangan, proses permohonan pendanaan, terkait jaminan, dan kepemilikan aset.

“Sedangkan isu pembebasan lahan yang masih dihadapi, pada proses pembebasan tanah milik TNI, TKD, wakaf, instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan proses konsinyasi di Pengadilan Negeri maupun Mahkamah Agung, serta isu ketidaksesuaian lokasi lahan (RTRW),” tandas Arie.

Pemerintah telah menetapkan target pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019. Target pembangunan infrastruktur ini merupakan bagian dari agenda pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar internasional serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Untuk tujuan ini, Pemerintah memberikan perhatian yang besar bagi pembangunan dan pengembangan infrastruktur logistik dan energi. Hingga semester pertama tahun 2017, terdapat 26 PSN dari berbagai sektor yang telah berhasil dirampungkan dengan total nilai investasi mencapai Rp47 triliun.

Selain itu, Pemerintah telah menetapkan daftar infrastruktur prioritas melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 12 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyiapan Infrastruktur Prioritas yang terdiri atas 30 proyek dimana 43% dalam tahap konstruksi dan 10% dalam tahap transaksi per Juni 2017.

Terkait korelasi pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi pada Semester I tahun 2017, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I tahun 2017 tercatat sebesar Rp3.227,2 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,01% atau meningkat 0,09% dibandingkan kuartal I tahun 2016 sebesar 4,92%. Sejumlah sektor terkait infrastruktur memiliki kontribusi terhadap peningkatan laju pertumbuhan, industri konstruksi menyumbang 10,25% dari total PDB dengan laju pertumbuhan sekitar 0,61% pada kuartal I tahun 2017. Industri utilitas menyumbang 1,28% dari total PDB dengan pertumbuhan sektor pengadaan listrik dan gas sebesar 0,02% pada kuartal I tahun 2017.

Selain peningkatan PDB, penyerapan tenaga kerja di sektor-sektor bersangkutan juga cukup signifikan. Penyerapan kerja pada industri konstruksi per Februari 2017 yaitu sebesar 7,2 juta orang. Penyerapan kerja pada industri utilitas per Februari 2017 yaitu sebesar 662.565 orang atau mengalami peningkatan 5% dibandingkan Februari 2016 yaitu sebesar 628.013 orang.

Adapun pertumbuhan pada sektor-sektor terkait infrastruktur seperti yang terlihat saat ini dipengaruhi oleh semakin besarnya perhatian Pemerintah terhadap upaya penyediaan infrastruktur. Salah satu bentuk upaya Pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur adalah dengan peningkatan alokasi anggaran belanja infrastruktur dalam APBN dari tahun 2012-2016, didapatkan korelasi yang kuat antara peningkatan PDB sektor infrastruktur dengan peningkatan belanja Pemerintah untuk infrastruktur yaitu sebesar 0,94.

Sementara itu, awal Oktober 2017, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) Rini Soemarno telah melakukan pertemuan dengan BUMN terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perusahaan BUMN tersebut, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk hingga PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Rini mengatakan, pembangunan infrastruktur menjadi amanah Presiden Jokowi yang tujuannya meningkatkan perekonomian dan pengentasan kemiskinan. Dari sekian banyak proyek strategis nasional ada sejumlah proyek infrastruktur yang sudah dikerjakan mulai dari jalan tol hingga pembangkit listrik.

Untuk jalan tol, kata Rini, di 1996 dikeluarkan izin jalan tol Trans Jawa namun hingga saat ini belum juga tersambung dikarenakan izin yang dipegang swasta belum kunjung dikerjakan. Untuk itu, Kementerian BUMN pun berinisiatif membeli jalan tersebut dari swasta.

“Kita beli izin mereka, karena mereka tidak mau bangun karena lahan belum bebas. Tapi ada juga sebagian yang ber-partner membangunnya. Dengan demikian, 2018 tol Trans Jawa akan tersambung semuanya. Itu ada 1.270 kilometer dari Merak-Probolinggo,” ujarnya, seperti dikutip Okezone.

Rini menambahkan, pembangunan infrastruktur tentu saja tidak hanya berpusat di Pulau Jawa. Pembangunan jalan tol juga diperluas dengan membangun tol Trans Sumatera. Proyek jalan tol Sumatera sudah tiga kali ditender namun tidak ada perusahaan yang mau membelinya. Alasannya, karena keekonomian proyek ini tidak ada.

“Kalkulasi sampai 2015, IRR tidak cukup. BUMN ditugaskan ambil ini dengan Hutama Karya dan didukung karya lain. Insya Allah Bakauheni-Palembang Agustus 2018 bisa dilalui. Setelah ini kita juga bangun di Trans Sulawesi, Kalimantan,” tegasnya.

Tidak hanya tol, pembangunan infrastruktur juga dilakukan pada pembangkit listrik yang dipimpin oleh PLN. Rini mengatakan, saat ini sudah dibangun 46.000 kilometer dan 1.000 gardu induk.

“Kemudian masih banyak lagi, dengan kerja keras tadi juga sudah dibangun pembangkit 660 mw di Serang dan Presiden sudah meresmikan langsung pembangunan pembangkit PLTU berkapasitas total 4.000 mw,” tandasnya.(DD)