Proyek strategis nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah sudah mulai berjalan, dan ada beberapa yang sudah mulai dinikmati manfaatnya oleh masyarakat. Hampir seluruh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilibatkan dalam proyek tersebut. Selain itu, Pemerintah juga melibatkan pihak swasta agar proyek tersebut dapat tercapai sesuai target yang telah ditetapkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, bahwa saat ini Pemerintah tengah menggarap 245 proyek infrastruktur strategis. Proyek-proyek tersebut ditargetkan rampung pada tahun 2019.
“Dari 245 itu seluruh sektornya juga ditujukan juga menyeluruh penyebarannya. Jadi benar-benar seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden (Joko Widodo) Indonesia sentris,” kata Darmin, seperti dikutip Merdeka.com.
Rincian 245 proyek strategis adalah 5 proyek selesai, 130 proyek dalam tahap kontruksi, 12 proyek dalam tahap transaksi dan 100 proyek dalam tahap penyiapan. Untuk dananya sendiri, proyek strategis nasional di awal tahun 2016 sebanyak 25 proyek dengan total nilai Rp43,5 triliun telah selesai dibangun. Sementara 129 proyek dengan nilai total investasi Rp900 triliun sudah dalam tahap konstruksi.
“Kemudian ada pembangunan 35 pembangkit listrik. 758 megawatt telah beroperasi 14.758 megawatt telah masuk dalam tahap konstruksi dan 8750 megawatt itu lima proyek telah melakukan penandatanganan kontrak. Jadi sampai 2019 mungkin sebagian besar dari proyek pembangkit listrik itu akan bisa selesai,” imbuhnya.
Selain itu, Darmin juga memaparkan proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang penyebarannya juga merata di seluruh wilayah Indonesia. KEK dibangun untuk memajukan industri Indonesia.
“Kemudian Menteri Pariwisata juga mengembangkan kawasan pariwisata strategis nasional. Lagi-lagi menyebar sampai ke Papua,” imbuhnya.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, sekaligus Ketua Komite Percepatann Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, selain BUMN, swasta juga dilibatkan dalam proyek strategis nasional ini.
Swasta dianggap mampu dalam menyumbang bagian besar dalam pendanaan PSN, Wahyu menyebutkan nilai investasi yang diharapkan dari swasta sebesar 57,5% atau senilai Rp2.414 triliun untuk menutup kebutuhan pembangunan PSN dari total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp4.197 triliun hingga 2019.
Kata Wahyu, nilai tersebut merupakan prediksi untuk membiayai total daftar PSN yang mencakup 15 sektor proyek terdiri atas 245 proyek, 1 program kelistrikan, dan 1 program industri pesawat terbang dengan estimasi nilai investasi.
Kendati, prediksi kebutuhan itu masih belum mencangkup 16 proyek yang belum diketahui nilai investasinya. “Jadi kalau kita lihat kemampuan APBN, maka mungkin sumber pendanaan untuk PSN yang bisa dibiayai lebih kecil dibanding yang dibutuhkan. Nah, ini bagaimana kita mendorong agar swasta bisa lebih terlibat dalam PSN,” ujarnya, seperti dikutip Bisnis.
Sementara itu, untuk porsi APBN dibutuhkan senilai Rp525 triliun atau 12,5% dan porsi BUMN sebesar 30% atau senilai Rp1.258 triliun. “Berdasarkan kemampuan APBN kita, itu hanya Rp 525 triliun yang bisa kita gunakan. Sisanya dari BUMN/D Rp1.258 triliun, dan swasta Rp2.414 triliun,” katanya.
Menurutnya, pendanaan non APBN semakin dibutuhkan lantaran realisasi pendanaan untuk PSN yang telah berlangsung hingga saat ini juga sebagian besar berasal dari swasta.
Seperti yang dipaparkan, sejauh ini realisasi pendanaan PSN hingga akhir 2016 lalu, ujarnya, sebesar 67% berasal dari swasta yakni Rp339 triliun. Sementara pendanaan dari APBN memiliki porsi yang paling kecil yakni Rp77,9 triliun, sedang BUMN/D senilai Rp88,3 triliun. “Porsi ini diproyeksi akan terus bertahan hingga 2019 mendatang,” ujarnya.
Adapun, terdapat lima sektor dengan nilai investasi tertinggi dari PSN tersebut diantaranya 12 proyek energi yang mencapai Rp1.242 triliun, 1 program ketenagalistrikan dengan kebutuhan pendanaan Rp1.035 triliun, 74 proyek jalan sekitar Rp684 triliun, 23 proyek kereta api Rp613 triliun, dan 30 kawasan senilai Rp290 triliun.
“Yang kami kunci, ini semua pembangunannya harus dimulai 2018. Memang ada beberapa proyek yang harus financial closing pas 2019, tapi kami harap seluruh proyek sudah dimulai dan juga ada yang bisa selesai di 2018,” jelasnya.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan untuk menarik partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur. Adapun kebijakan-kebijakan ini telah mendapat sambutan yang positif dari kalangan swasta baik di dalam maupun luar negeri yang salah satunya dapat terlihat dari semakin derasnya aliran dana ke sektor-sektor terkait infrastruktur.
Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan rencana investasi di sektor-sektor infrastruktur pada tahun 2011-2016. Total rencana investasi penanaman modal dalam negeri maupun asing di sektor infrastruktur mencapai Rp820,1 triliun (US$61,6 milyar) pada tahun 2016 dibandingkan Rp113,1 triliun (US$8,5 milyar) pada tahun 2011.
Meskipun terdapat tren peningkatan rencana investasi di sektor infrastruktur, tren peningkatan yang sama tidak terlihat pada realisasi investasi tahun 2011-2016. Realisasi investasi penanaman modal asing maupun dalam negeri di sektor infrastruktur pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar Rp83,8 triliun (US$6,3 milyar) dibandingkan Rp143,7 triliun (US$10,8 milyar) pada tahun 2015 ataupun Rp105,1 triliun (US$7,9 milyar) pada tahun 2011.
Data rencana dan realisasi investasi pada tahun 2011-2016 mengindikasikan bahwa meskipun minat investasi di sektor infrastruktur meningkat tinggi, masih terdapat faktor-faktor yang menghambat realisasi penanaman modal di Indonesia.
Hal ini terlihat pula pada peringkat "Ease of Doing Business" versi Bank Dunia yang memposisikan Indonesia pada peringkat ke-91. Posisi tersebut masih jauh di bawah negara-negara tetangga di ASEAN seperti Thailand pada peringkat ke-46 dan Malaysia pada peringkat ke-23.
Di sisi lain, terdapat peningkatan aliran dana investasi yang signifikan ke sektor-sektor terkait infrastruktur juga tercatat di pasar modal diantaranya, Nilai Indeks Infrastruktur (JKINFA) mengalami kenaikan signifikan dari 858 (April 2015) menjadi 1.135 (April 2017).
Peningkatan nilai kapitalisasi pasar dari emiten-emiten terkait infrastruktur, contohnya PT Adhi Karya (Persero) Tbk mengalami kenaikan dari nilai Rp6,2 triliun dan harga per lembar saham Rp 3.282 (Desember 2014), menjadi Rp8,37 triliun dan harga per lembar saham Rp 2.350 (Mei 2017), atau terdapat kenaikan sekitar 35% dari nilai kapitalisasi dalam kurun waktu kurang lebih 29 bulan.
Sementara PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengalami kenaikan dari nilai Rp14,2 triliun dan harga per lembar saham Rp 1.479 (Desember 2014) menjadi Rp32,31 triliun dan harga per lembar saham Rp 2.380 (Mei 2017), atau terdapat kenaikan sampai sekitar 127% dari nilai kapitalisasi pasar dalam kurun waktu kurang lebih 29 bulan.
Kenaikan nilai kapitalisasi pasar ini signifikan pada emiten-emiten BUMN di sektor infrastruktur yang memperoleh penugasan secara khusus dari Pemerintah untuk membangun PSN. Kedepannya, kenaikan kapitalisasi pasar diharapkan turut berdampak bagi emiten-emiten BUMN di sektor infrastruktur lainnya. (DD)