Kinerja BUMN Infrastruktur pun Melesat

Ilustrasi
Ilustrasi | Freepik.com

Banyaknya proyek strategis nasional pemerintah, menjadi pendorong kinerja perusahaan-perusahaan negara di bidang infrastruktur dan konstruksi. Setidaknya ada empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) infrastruktur dan konstruksi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang mencatatkan kinerja keuangan yang signifikan hingga kuartal III 2016 serta meraih minat para investor. Keempat BUMN tersebut adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau WSKT, PT Wijaya Karya (Persero) atau WIKA, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP, dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk atau ADHI.

Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa pada awal November 2016 lalu, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mencatat laba naik 137,67 persen menjadi Rp924,92 miliar hingga kuartal III 2016.

Kenaikan laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk itu didorong dari pertumbuhan pendapatan sebesar 88,73 persen menjadi Rp14 triliun. Perseroan memperoleh pen­dapatan bunga naik menjadi Rp126,22 miliar hingga kuartal III 20­16 dari periode sama tahun se­be­lumnya Rp94,61 miliar.

Se­men­tara itu, pendapatan lainnya naik menjadi Rp54,28 miliar hingga sembilan bulan pertama 2016 dari periode sama tahun sebelumnya Rp6,74 miliar.

Direktur Utama PT Waskita Karya Tbk M Choliq menuturkan, perse­roan mencatatkan pertumbuhan kinerja didorong dari kontrak yang sudah didapat terutama pengerj­aan proyek jalan tol.

Menurut Choliq, pihaknya sudah mendapatkan kon­trak jalan tol sekitar Rp100 triliun hingga September 2016. Total panjang pengerjaan proyek tol sekitar 1.000 kilometer (KM). Kontrak yang diraih perseroan mencapai 90 persen adalah proyek jalan tol dan sisanya proyek gedung.

“Menjadi kontraktor yang sulit itu mendapatkan kontraknya, dan juga kalau kontrak dan tendernya mundur. Ini kontrak kami sudah di tangan semua, tinggal membangun. Kontrak tol mencapai Rp100 triliun hingga September,” katanya.

Choliq optimis, perseroan dapat mencapai target laba bersih menjadi Rp1,6 triliun pada 2016. Sedangkan pendapatan sekitar Rp21 triliun-Rp22 triliun.

Kinerja emiten kontruksi lainnya adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang mencatatkan pertumbuhan laba dan pendapatan. Kinerja keuangan WIKA naik tipis untuk laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk.

WIKA membuku­kan laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk naik 2,82 persen menjadi Rp401,51 miliar hingga kuartal III 2016. Penjualan naik 15,4 persen menjadi Rp9,33 triliun. Di dalam laporan keuangan tercatat perseroan alami penurunan pendapatan bunga dari Rp49,99 miliar hingga kuartal III 2015 menjadi Rp28,95 miliar. Perseroan alami rugi selisih kurs menjadi Rp17,03 miliar dari untung Rp54,97 miliar hingga kuartal III 2015.

Hingga Oktober 2016, perseroan telah memperoleh kontrak baru mencapai Rp17,22 triliun. Kon­trak baru itu terdiri dari kontrak ba­ru hingga September Rp16,97 triliun dan Dermaga Sorong sebesar Rp247,8 miliar.

Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk Suradi menuturkan, pertumbuhan laba naik tipis lantaran sejumlah proyek yang mundur antara lain HSR kereta cepat Jakarta-Bandung, tol Samarinda-Balikpapan, dan proyek-proyek kelistrikan.

Meski demikian, manajemen PT Wijaya Karya Tbk yakin dapat mencapai target laba bersih 2016 sekitar Rp750 miliar. “Kami yakin target Rp750 miliar di akhir tahun bisa (tercapai). Bahkan kami menaikkan target. Ada PMN (Penanaman Modal Nasional) dan percepatan proyek-proyek yang memerlukan pendanaan dari Wijaya Karya terutama pendanaan contract project financing (CPF),” katanya.

Laba Bersih PTPP Meningkat

Sementara itu, PT PP Tbk (PTPP) juga men­catatkan pertumbuhan laba bersih sekitar 49,90 persen menjadi Rp566,82 miliar hingga kuartal III 2016 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp378,1 miliar. Pendapatan perseroan naik 23,06 persen menjadi Rp10,84 triliun dari tahun sebelumnya sebesar8,78 triliun.

Perseroan mencatatkan p­e­nu­runan beban lainnya menjadi Rp29,05 miliar hingga kuartal III 2016. Perseroan juga mencatat laba ventura bersama menjadi Rp56,45 miliar.

Di antara empat emiten BUMN di sektor kontruksi tersebut hanya PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang catatkan penurunan laba. PT Adhi Karya Tbk (ADHI) membukukan penurunan laba 16,14 persen menjadi Rp115,18 miliar. Sedangkan pendapatan naik 5,11 persen menjadi Rp5,69 triliun hingga kuartal III 2016.

ADHI men­catatkan kenaikan beban umum dan administrasi sebesar Rp281,59 miliar hingga kuartal III 2016 dari periode sama tahun sebelumnya Rp230,24 miliar. Beban keuangan juga naik menjadi Rp157,40 miliar. Namun perseroan memperoleh laba ventura bersama naik menjadi Rp26,69 miliar hingga kuartal III 2016 dari periode sama tahun sebelumnya Rp7,63 miliar.

“Laba turun akibat kenaikan dari biaya bunga. Biaya bunga meningkat akibat peningkatan pinjaman pe­ngembangan proyek Adhi Karya,” kata Sekretaris Perusahaan ADHI Ki Syahgolang P. Sedangkan kontrak baru yang sudah diraih perseroan mencapai Rp11 triliun hingga September 2016 atau 44,1 persen terhadap target kontrak baru mencapai Rp25 triliun. 

Sepanjang tahun 2016 ini, empat BUMN infrastruktur dan konstruksi tersebut menargetkan pendapatan. Waskita Karya menargetkan laba bersih Rp2 triliun, PTPP menargetkan laba komprehensif Rp1 triliun, Wijaya Karya menargetkan laba bersih Rp750,15 miliar dan Adhi Karya menargetkan laba bersih Rp750 miliar.

Kinerja keempat BUMN ini diperkirakan bakal terus meningkat hingga tahun 2017 mengingat pembangunan infrastruktur yang dijalankan oleh pemerintah bakal melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut sebagai kontraktor.

Bahkan, analis PT BCA Sekuritas Michael Ramba memproyeksikan, pendapatan empat BUMN karya hingga 2018 menembus Rp120,2 triliun. Perolehan pendapatan itu melonjak 134 persen bila di bandingkan dengan realisasi periode 2015 sebesar Rp51,38 triliun.

Proyeksi tersebut dituangkan dalam riset PT BCA Sekuritas yang dipublikasikan Jumat, 26 Agustus 2016 lalu. Laba bersih kontraktor pelat merah diproyeksi tumbuh 145 persen dari Rp2,87 triliun pada 2015 menjadi Rp7,07 triliun pada 2018.

Melalui peraturan yang diterbitkan, Presiden menunjuk sejumlah BUMN untuk menggarap proyek infrastruktur, yang sebagian proyek di antaranya digolongkan sebagai proyek strategis nasional. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang berisi 226 proyek, 101 di antaranya merupakan proyek pembangunan infrastruktur. Proyek-proyek infrastruktur ini diawasi oleh Komite Percepatan Penyediaan Infastruktur Nasional.

Kontraktor Kecil

Pembangunan infrastruktur pemerintah yang banyak dilimpahkan ke perusahaan-perusahaan BUMN konstruksi, dikritisi para pengusaha konstruksi yang tergabung dalam Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Wakil Sekretaris Jenderal II Gapensi Errika Ferdinata mengatakan, para kontraktor BUMN berada di semua sektor tanpa memberikan kesempatan bagi kontraktor kecil untuk tumbuh dan berkembang. Hal itu, membuat para kontraktor kecil dan menengah cuma jadi penonton.

”Kami berharap pemerintah memperhatikan kontraktor kecil menengah dan kami sebagai sebuah asosiasi mendorong pemerintah agar BUMN main di proyek konstruksi Rp50 miliar ke atas,” kata Errika Ferdinata.

Menurut Errika, sekitar 90 persen proyek konstruksi jatuh ke tangan kontraktor BUMN yang jumlahnya tidak seberapa. Dia meminta agar Rancangan Undang Undang (RUU) menjadi UU Jasa Konstruksi bisa memihak kontraktor-kontraktor kecil.

Oleh karena itu, Errika menyarankan untuk dilakukan konsolidasi lewat paket-pekat lelang seperti yang terjadi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Caranya adalah dengan melakukan penggabungan lelang-lelang kecil menjadi satu lelang yang lebih besar. Dengan begitu, kontraktor-kontraktor kecil bisa terus eksis dan berkembang.