Di tengah isu semakin melesunya industri ritel dalam negeri, justru peritel asing berbondong-bondong untuk masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah Lulu Group Retail International, peritel dari Uni Emirate Arab, yang siap membangun 10 gerai hingga tahun 2019. Bahkan Lulu mengklaim, ekspansi di Indonesia terbilang tercepat yang pernah dilakukan perusahaan ini. Lulu bahkan melengkapi ekspansi dengan mengembangkan pusat logistik dan gudang senilai US$70 juta untuk mendukung operasional di Indonesia.
Ada pula GS Supermarket, perusahaan ritel asal Korea Selatan bakal membuka gerai ketiga akhir tahun ini. Padahal perusahaan itu belum genap setahun beroperasi di Indonesia. Lalu Miniso, berencana mengoperasikan 200 gerai di Indonesia tahun depan. Perusahaan ritel yang bermarkas di Tokyo, Jepang itu menargetkan hingga akhir tahun 2017 memiliki 100 gerai. Beroperasi Februari lalu, Miniso kini sudah memiliki 50 gerai.
Selain itu, masih ada peritel asing lain yang mempunyai sayap bisnis di Indonesia. Sebut saja Central Department Store asal Thailand, Waikiki asal Turki, Lotte Mart, Kanmo Retail Group, Decathlon Group, Index Living Mall dan IKEA.
“Terjadi shifting pola belanja di kelas menegah dengan berpindah ke belanja online dan traveling,” ujar Christine Natasya, Analis Ritel Mirae Aset Sekuritas, seperti dikutip Kontan.
Kelas menengah ini merupakan pangsa pasar peritel lokal. Sementara segmen kelas atas turut terkena daya beli, lalu menahan belanja. Mereka yang biasa ke luar negeri, memilih belanja di Indonesia. Ini salah satu faktor serbuan peritel asing.
Sedangkan Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia, memandang, peritel asing bisa eksis karena memiliki modal yang tebal. Ia juga membandingkan, suku bunga di Indonesia 9%–14%, sedangkan di luar negeri 1%–5%. “Ini harus disikapi Pemerintah, jangan sampai peritel lokal menyusut,” katanya menerangkan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, ritel asing atau lokal di hadapan Pemerintah tetap sama. Aprindo melihat ritel asing masuk sebagai keniscayaan dari globalisasi. Bagian dari market globalination, Asia Economic Community, WTO dan lainnya.
“Memang secara global semua negara membuka diri untuk adanya investasi asing. Karenanya Aprindo memandang bahwa satu keniscayaan sehingga dapat dijadikan evaluasi bagi ritel lokal,” kata Roy, seperti dilansir SINDONews.
Selain itu, kata Roy, masuknya ritel asing dapat dijadikan ajang kompetisi atau daya saing yang sehat. Sebab, jika tidak ada kompetitor menganggap ritel lokal yang terbaik.
Pihaknya berharap, peritel asing tersebut mempekerjakan tenaga kerja lokal dan berupaya menjual produk Indonesia.
Pada dasarnya, perekembangan industri ritel dalam negeri, tentunya terkait dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV atau periode Oktober hingga Desember 2017 mampu mencapai 5,3%-5,4%, sehingga sepanjang tahun laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di titik tengah rentang 5,0-5,4%.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di dua paruh kuartal terakhir akan lebih baik dari perkiraan awal, yang terindikasi dari sudah pulihnya kegiatan ekonomi di sektor ritel, dan dorongan dari percepatan pembangunan infrastruktur. Di kuartal III-2017, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada di 5,1-5,2%, atau lebih baik dibanding triwulan II-2017 yang sebesar 5,01%.
“Di sektor ritel mulai ada pemulihan, memang belum seragam pemulihannya, tapi kami sudah mulai melihat pemulihan di sektor konstruksi, apalagi dari infrastruktur,” kata Mirza, seperti dikutip InvestroDaily.
Disebutkan pula bahwa indikasi pemulihan di sektor ritel, salah satunya bersumber dari penjualan eceran. Di mana sepanjang September 2017, penjualan eceran naik 2,3%-2,4%.
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Oktober 2017, perbaikan pertumbuhan ekonomi 2017 ditopang oleh ekspansi belanja fiskal melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 seperti pencairan gaji ke-13, dan juga bantuan sosial.
Selain itu, BI juga mengklaim dosis pelonggaran kebijakan moneter yang telah dilakukan sejak 2016 turut membantu pemulihan konsumsi domestik karena terus menurunnya suku bunga pinjaman dari perbankan.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa investasi, terutamanya investasi Pemerintah, masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini, dan kemudian kontribusi dari perbaikan ekspor. Investasi Pemerintah melalui pencairan APBN-P 2017, kata Dody, akan mengerek naik konsumsi masyarakat.
“Diperkirakan untuk konsumsi akan lebih baik di kuartal IV menimbang belanja pemerintah akan besar tersalurkan untuk periode di kuartal terakhir, dan akan berdampak ke konsumsi amsyarakat. Dampak pelonggaran moneter juga masih akan terlihat di beberapa bulan ke depan,” katanya.
Fenomena semakin banyaknya peritel asing yang masuk ke Indonesia, terlihat bahwa pasar Indonesia masih menjadi salah satu tujuan investasi untuk perusahaan ritel asing. Selain karena budaya konsumsi yang tinggi, faktor demografis juga menjadi salah satu alasan. Hal ini tentu saja menimbulkan persaingan di antara para peritel lokal untuk berbenah diri dan memenangkan persaingan. (DD)