Krisis listrik di sejumlah daerah serta rasio elektrifikasi yang rendah membuat Presiden Jokowi mencanangkan program listrik 35 ribu Megawatt pada Mei 2015 lalu. Harapannya, dalam lima tahun ke depan seluruh desa di nusantara dapat merasakan manfaat listrik.
Berdasarkan RUPTL PLN tahun 2015-2024, pelaksanaan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW ini jumlahnya mencapai 109 pembangkit yang masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Sehingga ditargetkan penambahan kapasitas listrik per tahunnya sebesar 7.000 MW.
Pada program ini, nanti akan dibangun jaringan transmisi total di seluruh Indonesia sepanjang 46.597 kms yang terdiri dari 2.689 kms untuk 70 kV, 33.562 kms untuk jaringan 150 kV, 5.262 kms untuk 275 kV, 3.541 kms untuk 500 kV, dan 1.543 kms untuk jaringan 500 kV.
Pembangkit listrik pun nantinya akan dibangun dalam 10 jenis di antaranya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Untuk kebutuhan pembangunan pembangkit dalam program 35.000MW, sebagian besar akan berasal dari pembangunan PLTU batubara yang mencapai 31,9 GW atau 41,0%, PLTGU gas dengan kapasitas 18,8 GW atau 24,1% dan PLTG/MG sebesar 5,6 GW atau 7,2%. Untuk energi baru dan terbarukan (EBT), yang terbesar adalah PLTA 14,0 GW atau 18,0%, disusul panas bumi 6,3 GW atau 8,1%. Sedangkan pembangkit lain sebesar 1,2 GW atau 1,6% berupa pembangkit termal modular, PLTS, PLTB, PLTD, PLT Sampah dan biomass (RUPTL 2017-2026).
Adapun biaya untuk membangun pembangkit 10.000 megawatt, PLN membutuhkan dana hingga Rp608,5 triliun dengan membangun gardu induk di 966 lokasi dan transmisi sepanjang 47.000 kilometer. Sedangkan pihak swasta (IPP) yang akan membangun 25.000 megawatt membutuhkan dana mencapai Rp579,7 triliun (RPUPTL 2015-2024).
Sementara itu, pencapaian ataupun progres program listrik 35.000 MW menunjukkan progress yang baik meskipun perlu terus dipercepat. Dikutip dari data PLN, Jumat (31/3/2017), progres teranyar program 35.000 MW ini telah memasuki tahap konstruksi yang dikerjakan PLN dan IPP adalah sebesar 10.442 MW (29%). Secara total, 7.533 (21%) sedang dalam tahap perencanaan, 8.217 (23%) di pengadaan, 8.806 MW (25%) sudah PPA tapi belum konstruksi, sedangkan yang sudah beroperasi secara komersil adalah sebesar 639 MW.
Porsi PLN pada Perencanaan sebesar 3.562 MW (34%), Pengadaan 2.429 MW (23%), Konstruksi 3.969 MW (37%), dan Commercial Operation Date/COD 600 MW (6%). Sedangkan porsi Independent Power Producer (IPP) untuk Perencanaan 3.971 MW (16%), Pengadaan 5.788 MW (23%), sudah kontrak Power Purchase Agreement (PPA) tapi belum konstruksi adalah 8.806 MW (35%), Konstruksi 6.643 (23%), dan Commercial Operation Date/COD 39 MW.
Jika dilihat berdasarkan pembagiannya, PLN telah memasuki tahap konstruksi sebesar 3.969 MW dan IPP sebesar 6.463 MW. Sementara yang sudah beroperasi secara komersil untuk PLN sebesar 600 MW, dan IPP sebesar 39 MW.
Berdasarkan catatan Detik, pada Oktober 2016 lalu proyek pembangkit yang sudah masuk tahap konstruksi masih 8.716 MW. Artinya dalam waktu kurang dari 6 bulan ada hampir 1.726 MW pembangkit lagi yang sudah mulai dibangun. Lalu pembangkit yang sudah COD alias beroperasi secara komersial pada Oktober 2016 sebanyak 232 MW, per 10 Maret 2017 bertambah menjadi 639 MW.
Jika progress ini terus berlanjut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa baru pada tahun 2024 Indonesia akan mampu menyelesaikan proyek 35.000 MW. Sedangkan pada tahun 2019, dengan asumsi Indonesia stabil pada progress 1.726 MW setiap 6 bulan, maka pencapaian Pemerintah baru sebesar 15.620 MW yang sudah diselesaikan atau masih dalam tahap konstruksi pada bulan September 2019.(LIA)