Waktu lima tahun tak cukup untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 MW. Belajar dari pengalaman, pengadaan pembangkit listrik yang selama ini dijalankan, diperlukan waktu yang panjang untuk sampai kepada kontrak jual beli tenaga listrik.
Agar target pencapaian program 35.000 MW ini berjalan dengan lancar, maka Pemerintah sudah semestinya bekerja keras untuk menuntaskan segala permasalahan di lapangan dengan cepat. Setidaknya dibutuhkan sekitar 20.000 MW lagi untuk menuntaskan mega proyek ini.
Dari sisi kebijakan, proyek ini paling tidak mempunyai 3 tujuan startegis. Pertama, memeratakan pasokan listrik di daerah-daerah yang belum mendapatkan aliran listrik. Kedua, menambah cadangan listrik sebesar 30% di atas beban puncak pada hampir semua wilayah. Ketiga, menjadikan listrik sebagai pendorong pertumbuhan industri dan wilayah.
Untuk mendorong percepatan penyediaan tenaga listrik, Pemerintah dalam hal ini Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dimana di dalamnya terdapat dukungan Pemerintah kepada PT PLN untuk dapat meningkatkan kemampuan pendanaannya, dukungan tersebut antara lain terdapat dalam pasal:
1. Pasal 6 dalam bentuk:
a. penyertaan modal negara;
b. penerusan pinjaman dari pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri;
c. pinjaman PT PLN (Persero) dari lembaga keuangan;
d. pemberian fasilitas pembebasan pajak penghasilan dalam hal dilakukan revaluasi aset; dan/atau
e. pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pasal 7 dalam bentuk:
a. Dalam rangka pelaksanaan pinjaman oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, Pemerintah Pusat menyediakan jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran PT PLN (Persero).
b. Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat jaminan penuh terhadap pembayaran kewajiban PT PLN (Persero) kepada pemberi pinjaman.
Selain lewat PP, dukungan pemerintah terhadap program ini juga dilakukan dengan sinergi antar Kementerian, dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Antara lain, Kementerian keuangan yang menjadi jaminan pemerintah; Badan Koordinasi Penanaman Modal yang memberikan izin prinsip kelancaran PTSP; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral lewat kebijakan dan regulasi teknis sektor;
Pemerintah Daerah dalam hal pemberian izin usaha, IMB, Rekomendasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan dukungan lahan; Kementerian Lingkungan Hidup dalam memberi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan AMDAL; Kementerian Perhubungan dalam hal Izin jetty, jalur pelayaran batubara, dan penggunaan jalur kereta api; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam penerbitan bluebook, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang dalam hal pengadaan dan sertifikasi lahan.
Selain itu, untuk dapat mendanai program tambahan kapasitas tenaga listrik sebesar 80,539MW sampai dengan tahun 2025, menurut estimasi PT PLN dibutuhkan dana sebesar 72,9 Milyar USD (984 triliun Rupiah). Kebutuhan dana tersebut belum termasuk dana pembebasan lahan, interest during construction (IDC), dan pajak-pajak lainnya.
Kebutuhan dana terbesar dibutuhkan untuk perkuatan sistem Jawa-Bali dan Sumatera. Sampai dengan tahun 2025, dibutuhkan 291 pembangkit baru, 732 transmisi dan 1.372 gardu induk. Proyek ini akan menyerap 650 ribu tenaga kerja langsung dan 3 juta tenaga kerja tidak langsung. (Kementerian ESDM, 2016).
Oleh karenanya, agar mendorong percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, pemerintah harus bisa meningkatkan partisipasi swasta. Setidaknya terdapat dua skema pembiayaan, yakni pembiayaan melalui skema IPP dan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai Perpres Nomor 38 Tahun 2015.
Dalam skema IPP, Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk dengan boorgtocht (penanggungan) dan garansi surat jaminan kelayakan usaha (SJKU). Skema ini merupakan skema kerjasama PT PLN dengan Independent Power Producer (IPP) yang didukung oleh dukungan Pemerintah dalam bentuk Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU). SJKU diberikan dalam rangka memastikan kemampuan PT PLN untuk memenuhi kewajiban finansial kepada project company yang diatur dalam perjanjian jual beli listrik antara PT PLN dan project company yang bersangkutan.
Sedangkan dalam skema KPBU, Pemerintah memberikan dukungan berupa penjaminan yang diberikan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Skema ini merupakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sesuai Perpres nomor 35 tahun 2015 di mana Pemerintah memberikan dukungan penjaminan melalui PT PII dan juga dukungan fiskal dalam bentuk pemberian viability gap fund (VGF) untuk meningkatkan feasibility proyek.(LIA)