Salah satu perusahaan pertambangan yang kembali mulai ceria adalah PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Perusahaan plat merah yang menggeluti bisnis batubara ini mulai meperlihatkan pertumbuhan kinerja Perusahaan di tahun ini. Pencapaian positif di tahun ini pun terus dinikmati dan bahkan, perusahaan pengelola emas hitam ini terus melakukan ekspansi bisnisnya untuk memperkuat keberlanjutan usahanya.
Untuk tahun ini, PTBA terus memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan dengan terus mendulang untung. Pada kuartal I 2017, kinerja produsen batubara ini melonjak signifikan di kuartal I 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year).
PTBA berhasil mencetak pertumbuhan laba bersih hingga 262% menjadi Rp870,8 miliar dibanding periode sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp332,6 miliar.
“Kenaikan laba bersih tersebut lebih dari dua kali lipat dari kuartal I 2016,” kata Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin, seperti dikutip dari laman resminya, Ptba.co.id.
Capaian laba bersih yang berhasil diraih PTBA tersebut sejalan dengan pendapatan yang dibukukan pada kuartal I 2017 yang tumbuh hingga 128% menjadi Rp4,55 triliun dibanding kuartal I 2016. Posisi tadi membuat tingkat perolehan laba bersih (net profit margin) mencapai 19,2%, di mana gross profit margin tercatat sebesar 37,2% dan posisi operating profit margin Perseroan mencapai 25,8%.
Arviyan mengungkapkan, pada kuartal I 2017, harga jual rata-rata tertimbang batubara mencapai Rp811.342 atau 22% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2016 yang sebesar Rp664.001. Menurutnya, lonjakan laba bersih dan penjualan di kuartal I 2017 juga dipengaruhi oleh kenaikan volume penjualan batubara di kuartal I 2017 yang tercatat sebesar 4% menjadi 5,44 juta ton dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,23 juta ton.
Untuk porsi volume penjualan, Arviyan memaparkan, sebanyak 3,14 juta ton atau 57,66% disalurkan ke pasar domestik, sementara sebesar 2,3 juta ton atau 42,34% dari total penjualan, untuk memenuhi permintaan ekspor. Dari sisi produksi, Perseroan melaporkan kenaikan 38% menjadi 4,49% dibanding kuartal I 2016 sebesar 3,26 juta ton.
Faktor lain yang berdampak pada tebalnya laba bersih PTBA, menurut Arviyan, adalah keberhasilan strategi Perseroan dalam melakukan efisiensi sejak awal tahun 2016. Efisiensi dilakukan dengan mengendalikan stripping ratio (SR) menjadi 4,02. Padahal pada tahun-tahun sebelum-nya SR mencapai 5,40. Pertumbuhan kinerja PTBA tercapai lantaran kenaikan volume angkutan batubara oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar 17% menjadi 4,99 juta ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,28% dengan komposisi 4,24 juta ton melalui Pelabuhan Tarahan di Bandar Lampung dan 0,72 juta ton melalui Dermaga Kertapati Palembang.
Dalam laporan keuangan semenster I 2017, PTBA juga mencatatkan kinerja positif dengan membukukan laba bersih sebesar Rp1,72 triliun atau naik sebesar Rp1,01 triliun jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp711,8 miliar. Seperti dikutip dari laman resminya, sepanjang Januari hingga Juni 2017, PTBA membukukan pendapatan sebesar Rp8,97 triliun atau naik 32,7% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sehingga perolehan Net Profit Margin PTBA sebesar 19,2%, Gross Profit Margin sebesar 37,3%, dan Operating Profit Margin sebesar 26,6%.
Sementara itu, volume produksi PTBA sepanjang Semester I 2017 juga mengalami kenaikan menjadi 11,36 juta ton atau meningkat 13,4% dari periode yang sama tahun 2016 sebesar 10,02 juta ton. Dari volume penjualan tersebut, volume penjualan ekspor sebanyak 4,16 juta ton atau naik 11,4% dan volume penjualan domestik sebesar 7,20 juta ton, naik 14,6%. Peningkatan penjualan ini karena meningkatnya permintaan atas batubara Bukitasam-48 dan Bukitasam-50 dari pasar ekspor dan domestik.
Volume produksi batu bara pada Semester I-2017 tercapai 9,43 juta ton atau 123,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,65 juta ton. Dari sisi angkutan batu bara, juga mengalami peningkatan volume batubara yang diangkut menuju Tarahan dan Kertapati. Pada Semester I 2017, volume angkutan batubara dengan kereta api mencapai 10,2 juta ton atau naik 20,6% dibandingkan volume angkut pada periode sama di tahun 2016 sebesar 8,5 juta ton.
Adapun untuk menghasilkan batubara berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan pasar, PTBA tetap menerapkan efisiensi dalam proses produksinya. Adanya PLTU 3x10 MW di Tanjung Enim dan PLTU 2x8 MW di Pelabuhan Tarahan milik sendiri yang dioperasikan untuk kebutuhan PTBA, merupakan langkah menekan biaya produksi dan optimalisasi peralatan penambangan dengan menggunakan listrik untuk mampu beroperasi penuh tanpa ketergantungan sumber tenaga listrik dari pihak ketiga.
Kinerja positif Perseroan pun berlanjut hingga kuartal III-2017, di mana per 30 September 2017 PTBA berhasil membukukan laba bersih Rp2,63 triliun, naik Rp1,57 trilun (250%) dari periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp1,05 triliun. Begitu juga laba per lembar saham mengalami kenaikan dari Rp 486 per saham menjadi Rp 1.246 atau naik (256%) dari periode sebelumnya.
“Laba bersih mencapai Rp2,63 triliun, melonjak Rp1,57 triliun lebih atau mencapai 250 persen, ini belum diaudit,” ujar Dirut PTBA Arvian, seperti dilansir Tambang.co.id.
Dijelaskan bahwa kenaikan laba bersih tersebut ditopang oleh pertumbuhan yang tinggi dari volume produksi, angkutan dan penjualan, optimasi harga jual rata-rata batubara serta efisiensi yang secara terus menerus dilakukan. Untuk pencapaian pendapatan usaha, Perseroan membukukan pendapatan selama sembilan bulan per 30 September 2017 sebesar Rp13,22 triliun atau naik 31,7% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp10,04 triliun. Peningkatan pendapatan ini sebagai hasil dari upaya terus menerus yang dilakukan Perseroan dalam melakukan penetrasi pasar untuk menjual batubara Low to Medium Range Calorie pada saat membaiknya harga batubara dunia.
Sementara volume produksi juga mengalami kenaikan sebesar 30,3% pada periode Januari–September 2017, sedangkan beban pokok penjualan mengalami kenaikan sebesar 7,6% atau Rp578,40 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah dan biaya jasa angkutan kereta api, akan tetapi hal tersebut diiringi oleh upaya menekan biaya penambangan dan pembelian batubara sehingga tercipta struktur biaya yang efisien.
“Royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah meningkat dari Rp539,78 milyar di tahun 2016 menjadi Rp893,09 milyar di tahun 2017 atau naik 65,5% seiring dengan kenaikan pendapatan usaha,” ujar Arvian.
Sedangkan total kewajiban mengalami penurunan 17,9% atau Rp1,43 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk posisi kas dan setara kas per 30 September 2017 tercatat sebesar Rp3,12 triliun dan menurun 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,67 triliun. Adapun kenaikan aset dipengaruhi oleh bertambahnya piutang usaha sebesar Rp1,13 miliar seiring dengan peningkatan penjualan domestik, sedangkan penurunan kewajiban lebih disebabkan oleh upaya Perseroan dalam melakukan pelunasan kewajiban bank sebesar Rp1,41 triliun.
Sementara itu, dalam keterangan seperti yang dilansir Bareksa.com, PTBA berencana melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:5 dalam waktu dekat. Stock split itu dilakukan dengan alasan likuiditas, terlebih Perseroan menilai harga saham PTBA pada saat ini sudah cukup tinggi sehingga tidak likuid di pasar.
Dengan demikian, stock split ini diharapkan dapat membuat harga saham PTBA menjadi lebih terjangkau oleh investor kecil atau investor ritel. Tidak hanya itu, PTBA juga berharap adanya peningkatan jumlah saham dan peningkatan aktivitas perdagangan saham Perseroan. Dengan rencana stock split itu, jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh oleh Perseroan akan bertambah menjadi 11,52 miliar lembar dibandingkan dengan 2,3 miliar lembar pada saat ini. (DD)