Tren posisif industri batubara juga dirasakan oleh beberapa perusahaan swasta seperti PT ABM Investama Tbk (ABMM). Bahkan, Perseroan akan terus menjaga momentum pertumbuhan bisnis dengan mengoptimalkan potensi pemulihan harga batubara melalui peningkatan produksi dan meningkatkan efisiensi operasional.
ABM Investama menambah deretan perusahaan yang menuai untung dari meningkatnya permintaan dan harga batubara global. Sentimen positif kondusifnya harga komoditas batubara turut menghampiri Perseroan. Berdasarkan keterangan yang dilansir Kontan, ABM Investama tercatat berhasil mencetak laba bersih sebesar US$26,51 juta pada semester I 2017, naik 190% dari periode sama tahun lalu yang hanya US$9,11 juta.
Adapun pendapatan Perseroan terkerek naik 18% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$330,32 juta dari sebelumnya US$279,95 juta. Sedangkan kenaikan beban pokok Perseroan hanya tercatat 16% jadi US$255,19 juta dari sebelumnya US$219,66 juta. Porsinya terhadap pendapatan pun turun menjadi 77% dari sebelumnya 78%. Alhasil, Perseroan mampu mencatat laba kotor US$75,13 juta, naik 25% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, US$60,29 juta.
Kenaikan laba bersih Perseroan kian terasa setelah ABM Investama mencetak laba entitas asosiasi senilai US$395,311 juta. Angka ini meningkat 75% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni US$226.252 juta. Seiring dengan kenaikan laba bersih, maka laba bersih per saham ABMM ikut terkerek naik jadi US$ 0,00963 dari sebelumnya US$ 0,00331 per saham.
Sementara untuk tahun ini, Perseroan menargetkan produksi batubara mencapai 9,5 juta ton. Angka itu naik sekitar 48% dari total produksi batu bara 6,4 juta ton pada tahun lalu.
Direktur Keuangan ABM Investama Adrian Erlangga menyatakan, target tersebut didukung oleh meningkatnya permintaan batu bara dari Cina, India, dan dalam negeri sendiri.
“Mengenai komposisi sebagian besar Cina, India, lalu sisanya domestik,” kata Adrian, seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Selain karena meningkatnya permintaan batubara, sikap optimistis Perseroan dalam menaikkan jumlah produksi juga karena penguatan harga komoditas batubara yang masih terbilang cukup baik. Namun, Perseroan tidak agresif dalam memprediksi harga batubara hingga akhir tahun ini. “Bagi kami cukup US$75 per metrik ton hingga US$80 per metrik ton,” kata Adrian.
Sejauh ini, ABM Investama memiliki tiga tambang batubara yang berada di Aceh dan Kalimantan Selatan. Menurut Adrian, manajemen berharap tambang batubara di Aceh dapat memproduksi sekitar 3 juta hingga 3,5 juta ton, sementara dari Kalimantan Selatan sebanyak 5,9 juta ton. Dengan peningkatan produksi tersebut, Perseroan berharap penjualan dapat meningkat sekitar empat sampai lima kali lipat pada tahun ini dari pendapatan yang diraih pada kuartal I 2017. “Pendapatan pada kuartal I kami (mancapai) US$170 juta,” ucap Adrian.
Sementara itu, ABM Investama sendiri telah menjaminkan 50% asetnya untuk pembayaran utang kembali (refinancing). Adrian menyebut, Perseroan berharap dapat melakukan refinancing sebesar US$350 juta. “Refinancing diharapkan menurunkan utang dengan angka yang cukup banyak, kuartal pertama menurunkan utang US$30 juta,” katanya.
Untuk diketahui, ABM Investama berhasil membukukan laba bersih sebesar US$12,6 juta pada tahun 2016. Pencapaian itu berbanding terbalik dengan tahun 2015 yang merugi US$38,1 juta. Tak hanya itu, Perusahaan juga berhasil melakukan refinancing utang hingga US$110 juta pada 2016.
Adapun hingga akhri tahun ini, Perseroan menargetkan perolehan laba bersih yang dapat meningkat hingga lima kali lipat, mencapai US$63 juta (Rp837,90 miliar, kurs Rp13.300) jika dibandingkan dengan laba bersih tahun lalu yang hanya senilai US$12,6 juta. Target ini dianggap cukup masuk akal mengingat harga komoditas batubara yang sudah membaik beberapa waktu terakhir dan membuat perseroan optimis terhadap perbaikan kinerjanya.
“Sepanjang 2017 ini kita memprediksi harga batubara akan flat di kisaran US$75-US$80. Jadi, kita berharap kinerja akan terus membaik,” kata Adrian, seperti dikutip Inilah.com.
Dijelaskan, produksi tambang batubara milik perseroan di bawah anak usahanya PT Reswara Minergi Hartama di Aceh memiliki kapasitas produksi 3-3,5 juta ton. Dari hasil produksi ini, sebanyak 80% akan diekspor ke India dan sisanya 20% akan digunakan untuk konsumsi domestik. Sementara tambang batubara yang ada di Kalimantan Selatan berkapasitas 5,8-5,9 juta ton. Hasil produksi dari wilayah ini akan digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor ke China dengan perbandingan 80:20 untuk ekspor dan domestik. (DD)