PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III, menargetkan pendapatan sebesar Rp45 triliun di tahun 2018 atau naik dari tahun lalu sebesar 26,6% yakni Rp33 triliun. Jumlah pendapatan terbesar ini didominasi dari tanaman sawit sebesar 70%.
Dalam keterangan yang dilansir dari Kontan.co.id, Minggu (11/11/2018), Direktur Utama PTPN III, Dolly Pulungan, menyebutkan bahwa untuk ekspor CPO (Crude Palm Oil) untuk tahun 2018 adalah 300.000 ton sedangkan untuk tahun 2019 adalah 2 juta ton dengan target produksi tahun 2019 adalah 3,5 juta ton atau naik dibanding tahun ini 34,2 % yaitu 2,3 juta ton.
“Kita sudah replanting dan tanam sawit. Tahun depan target pendapatan kita di atas Rp50 triliun,” tegasnya.
Adapun produksi gula PTPN Holding saat ini tercatat menurun, di mana penurunan produksi sebesar 28,5% pada tahun ini dengan volume 700.000 ton, tahun lalu produksi sebesar 900.000 ton. Hal ini dinilai akibat masalah pengaruh pergeseran musim di Indonesia.
“Produksi gula holding tahun ini turun 200.000 ton. Ini memang karena anomali cuaca sehingga memang turun produksinya dari tahun lalu 900.000 ton,” kata Dolly, yang juga Direktur Utama PTPN Holding.
Selain masalah cuaca, Dolly menilai hal ini juga akibat gula rafinasi yang terserap dipasaran dalam jumlah besar. Mengakibatkan gula lokal melorot penjualannya.
“Tapi karena memang kondisi alam dan juga karena ketertarikan petani tanam tebu berkurang, karena rembesnya raw sugar (gula rafinasi) ke pasar, sehingga gula petani tertekan,” jelasnya.
Sementara Kementerian Pertanian (Kementan) memproyeksikan produksi gula tahun depan mencapai 2,5 juta ton atau meningkat 300 ribu ton dari tahun ini yang mencapai 2,2 juta ton. “Dari target itu kita akan ada investasi untuk perbaikan 14,45 ribu hektare,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang, seperti dikutip dikutip Republika.co.id, akhir pekan kemarin.
Investasi tersebut termasuk pengembangan dan bongkar ratoon. Penanaman maupun perluasan lahan seluas 4.200 hektare memerlukan investasi sebesar Rp34 miliar. Sementara 10.250 hektare untuk bongkar maupun perawatan ratoon yang memerlukan Rp47 miliar di Jawa Timur, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung dan Sulawesi Selatan.(DD)