Reaktivasi Jalur Kereta Jabar, KAI Butuh Dana Rp7,27 Triliun

ilustrasi
Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro | Dok. PT KAI

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, berencana untuk melakukan reaktivasi jalur kereta api di Jawa Barat, dengan dana yang dibutuhkan kurang lebih Rp7,27 triliun. Besaran tersebut merupakan estimasi dana untuk prasarana yang membutuhkan sekitar Rp6,04 triliun, pembangunan sarana Rp920 miliar, serta penertiban lahan sebesar Rp230 miliar. 

Reaktivasi jalur rencananya dilakukan di empat lokasi yaitu Bandung-Ciwidey, Rancaekek-Tanjungsari, Banjar-Pangandaran-Cijulang, dan Cibatu-Cikajang. Untuk jalur Bandung-Ciwidey, reaktivasi jalurnya sepanjang 37,8 kilometer (km) mulai dari stasiun Cikudapateuh sampai stasiun Ciwidey.

Pembangunannya diproyeksi membutuhkan anggaran Rp2,8 triliun yang mencakup investasi prasarana senilai Rp2,46 triliun untuk membangun trek, signal, dan bangunan. Adapun investasi sarana diperkirakan memerlukan Rp345 miliar, termasuk untuk penertiban lahan.

Jalur kedua yaitu Rancaekek-Tanjungsari memiliki panjang 11,5 km dan diestimasikan membutuhkan dana investasi Rp1,22 triliun. Nilai itu meliputi prasarana senilai Rp1,04 triliun, sarana Rp230 miliar, serta penertiban lahan Rp30 miliar.

Selanjutnya, jalur Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 82 km dengan total biaya diproyeksi sebesar Rp2,28 triliun. Biaya itu terdiri atas dana prasarana Rp1,76 triliun, investasi sarana Rp230 miliar, dan penertiban lahan Rp160 miliar.

Terakhir, jalur Cibatu-Cikajang sepanjang 47,5 km membutuhkan anggaran kurang lebih Rp964 miliar yang terbagi atas estimasi investasi prasarana Rp785 miliar, dana sarana Rp115 miliar, dan penertiban lahan senilai Rp40 miliar.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan saat ini rencana reaktivasi tersebut masih dalam tahap kajian. Apalagi, kata Budi Karya, dari empat jalur tersebut hanya jalur Bandung-Ciwidey yang sudah memiliki Feasibility Study (FS).

Proyek tersebut akan sepenuhnya digarap oleh KAI termasuk siapa mitra yang diajak bekerja sama mengerjakannya. “Kami kerja samakan dengan KAI sehingga kami akan berikan satu konsesi kereta api,” tutur Budi Karya, dalam keterangannya yang dilansir dari Bisnis.com, Jumat (21/9/2018).

Budi Karya menerangkan nantinya jalur tersebut akan terhubung dengan Transit Oriented Development (TOD).

Sementara itu, KAI menawarkan alternatif solusi kemacetan di Kota Bandung kepada Pemerintah Kota Bandung. Teknologi yang ditawarkan adalah Autonomeus Rail Rapid Transit (ART).

Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro, mengatakan bahwa kereta ART buatan China ini tidak menggunakan rel kereta pada umumnya. Kereta ini berjalan menggunakan roda ban dan berjalan mengikuti garis khusus di atas jalan raya.

“Kami memikirkan solusi untuk kemacetan di Kota Bandung menggunakan kereta ringan yang menggunakan sistem baru. ART ini pakai virtual track, ada garis, jadi dia membaca dengan sensor untuk diarahkan,” kata Edi, seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (21/9/2018).

Dengan sistem teknologi yang dipakai, Edi memastikan, harga kereta ART terbilang lebih murah ketimbang teknologi kereta lainnya yang menggunakan konstruksi.

“ART ini tidak menggunakan (jalur) konvensional besi, sehingga jauh lebih murah dan bisa dikerjakan lebih cepat. Keretanya biasa, kapasitas penumpangnya satu wagon itu 100 orang,” paparnya.(DD)