PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat peningkatan penjualan pada triwulan III/2018 sebesar 7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di mana pada triwulan III tahun ini, Perseroan berhasil membukukan penjualan sebanyak 8,95 juta ton.
“Penjualan pupuk untuk sektor PSO, yaitu penyaluran pupuk bersubsidi ke sektor tanaman pangan, hingga saat ini sudah mencapai 6,6 juta ton, atau meningkat lebih dari 300.000 ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat, dalam keterangannya yang dilansir dari Antaranews.com, Senin (29/10/2018).
Peningkatan penjualan tersebut, lanjut Aas, juga tidak bisa dilepaskan dari peningkatan ekspor sampai dengan September 2018, di mana ekspor mencapai 770.000 ton pupuk dan 439.000 ton amoniak dengan nilai penjualan 332 juta dolar AS atau meningkat 60% dibandingkan dengan periode yang sama di 2017.
Namun Aas menegaskan bahwa prioritas utama Perseroan tetap untuk memenuhi kebutuhan sektor tanaman pangan dalam rangka penugasan PSO. “Izin ekspor hanya bisa keluar jika kebutuhan dan stok dalam negeri sudah aman,” ujarnya.
Tidak hanya ekspor, penjualan ke sektor non subsidi, khususnya perkebunan, juga mengalami kenaikan menjadi 1.552 juta ton, atau naik sekitar 200.000 ton dibandingkan periode yang sama pada 2017.
Sementara itu, Pupuk Indonesia juga memiliki cara guna menekan biaya produksi yang terus meningkat akibat nilai tukar dolar yang tembus Rp 15.000. Pasalnya, saat ini Perseroan masih mengimpor gas untuk proses produksi. Untuk itu, saat ini Perseroan tengah melakukan pencampuran penggunaan antara gas alam dan batu bara untuk mengurangi biaya.
“Kita mix energi, kan harga gas relatif tinggi. Jadi kita mix penggunaan gas dan batubara, untuk steam contohnya bukan dari gas tetapi batu bara,” jelas Aas, seperti yang dikutip dari Detik.com, Senin (29/10/2018).
Lebih lanjut, Aas mengaku, dengan adanya pencampuran bahan bakar tersebut biaya produksi bisa menghemat hingga 20%. “Mix energi itu siasat untuk dapat mengurangi harga pokok yg lebih rendah. Jadi kalau menghemat sekitar 20% lah,” ungkapnya.
Adapun saat ini percobaan pencampuran bahan bakar tersebut belum digunakan di seluruh pabrik Pupuk Indonesia namun masih di beberapa lokasi.(DD)