PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum mengungkapkan kesanggupannya membayar kupon obligasi meski tidak mendapatkan dividen dari PT Freeport Indonesia (PTFI) selama dua tahun. Sebagai informasi, Perseroan akan membayarkan kupon obligasi mulai tahun 2019 ini.
Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum, Rendi Achmad Witular, mengatakan utang tersebut akan di bayar dengan kas Perseroan. “Kami punya kas US$1,6 miliar, sedangkan kupon obligasi yang harus dibayar sekitar US$250 juta. Mampukan?,” kata Rendi, dalam keterangannya yang dilansir dari Katadata.co.id, Minggu (13/1/2019).
Dengan kondisi tersebut, Rendi yakin keuangan Perseroan mampu membayar utang itu. Apalagi, nilai kupon obligasi yang di bayar akan terus menurun.
Selain itu, Inalum akan mendapatkan suntikan dari keuntungan Freeport mulai tahun 2021. “Mulai tahun 2021 dan 2022 sudah dapat dividen. Setelah 2022 kami akan dapat dividen paling sedikit US$1 miliar hingga 2041,” ujar Rendi.
Seperti diketahui, Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, pernah mengatakan Inalum tidak mendapatkan dividen dalam dua tahun terakhir karena pendapatan PTFI akan turun pada masa itu. Pendapatan turun karena produksi juga rendah, seiring dengan habisnya cadangan konsentrat di tambang terbuka dan beralih ke tambang bawah tanah.
Sementara itu, Inalum memiliki utang dari penerbitan obligasi guna membayar divestasi saham PTFI. Inalum menerbitkan obligasi global pada bulan November 2018 senilai US$4 miliar atau sekitar Rp58,4 triliun yang dicatatkan di Amerika Serikat (AS). Obligasi global tersebut dalam empat seri. Seri pertama dengan nilai pokok US$1 miliar memiliki tenor tiga tahun atau jatuh tempo pada 2021 dengan bunga 5,5%.
Seri kedua dengan nilai pokok US$1,25 miliar bertenor lima tahun atau jatuh tempo 2023 dengan bunga 6%. Seri ketiga dengan nilai pokok US$1 miliar memiliki tenor 10 tahun atau jatuh tempo 2028 menawarkan bunga 6,875%. Seri keempat dengan nilai pokok US$750 juta bertenor 30 tahun atau jatuh tempo 2048 dengan bunga 7,375%.
Rendi menaku, pihaknya telah melakukan perhitungan terhadap penurunan laba PTFI sebelum Inalum memutuskan untuk mengakuisisi saham PTFI. “Kami sudah antisipasi produksi (PTFI) akan turun. Langkahnya sudah disediakan sebelum divestasi. (kas US$1,6 miliar) Itu sudah lebih dari cukup untuk bertahan tanpa dividen sampai 2021,” ungkap Rendi, seperti dikutip dari Tirto.id, Minggu (13/1/2019)
Selain itu, Rendi juga menuturkan mulai 2021-2022, PTFI diprediksi sudah dapat menghasilkan laba senilai US$2 miliar. Dengan kepemilikan saham 51%, kata Rendi, paling tidak Inalum akan menerima US$1 miliar per tahun. Jumlah itu pun dianggap cukup untuk melunasi pokok obligasi hingga tahun-tahun berikutnya.
Meskipun Freeport tengah melakukan investasi untuk perpindahan tambang bawah tanah, Rendi mengklaim, hal itu tidak akan membebani Inalum. Sebab, investasi yang mencapai US$750 juta per tahunnya tersebut dibiayai oleh pendapatan PTFI.
“Biaya investasinya hanya 10% dari pendapatan PTFI (yang tercatat) 6-7 miliar dolar AS. Kelihatan, kan, mampu dan enggaknya?,” tandas Rendi.(DD)