Bergabungnya PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) ke dalam PT Pertamina (Pertamina) dinilai dapat mendorong sektor industri berkembang pesat karena pasokan gas akan didapat dengan lebih mudah dan murah. Apalagi Pertamina sebagai perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang energi mempunyai cakupan bisnis dan aset perusahaan yang lebih besar, di mana sahamnya secara keseluruhan dikuasai negara.
Hal tersebut disampaikan Berly Martawardaya, Pengamat Energi dari Universitas Indonesia. "Penggabungan PGN ke Pertamina akan melahirkan sinergi dan terpangkasnya biaya-biaya di jaringan pipa gas di berbagai provinsi. Jadi distribusi gas bisa lebih mudah dan murah, sehingga mendorong industrialisasi," ujar Berly, di Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Lalu menurutnya, mekanisme penggabungan PGN menjadi anak usaha Pertamina sudah benar. Pasalnya, PGN sebagai BUMN yang bergerak dalam industri gas, sahamnya tidak seluruhnya dikuasai negara, tetapi juga dimiliki pihak lain. Hal ini menjadikan PGN tepat untuk menempati posisi sebagai anak perusahaan. Hal lainnya, cakupan bisnisnya tidak sebesar Pertamina.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana menggabungkan PGN ke Pertamina. Nantinya, saham pemerintah di PGN sebesar 56,96% akan dialihkan ke Pertamina. Saat ini, saham publik di PGN sebesar 43,04%.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan pembentukan holding BUMN energi akan memberikan efek positif bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat.
Selain itu, karena menyangkut kepentingan nasional, masyarakat juga yang akan diuntungkan. "Infrastruktur gas akan lebih terintegrasi, baik pipa transmisi atau distribusi, dan efisiensi terjadi sehingga harga gas akan turun," kata Wianda.
Pertamina merupakan BUMN terbesar di Indonesia dengan total aset pada akhir 2015 sebesar US$ 45,5 miliar. Pertamina merupakan perusahaan energi yang memiliki bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Ia mengatakan, Pertamina telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin cadangan di hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sekitar 1.900 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.
Sementara itu untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anak usahanya, PT Nusantara Regas, perusahaan hasil sinergi Pertamina dan PGN saat ini. Pertamina juga telah mengoperasikan fasilitas Terminal Penerima, Hub, dan Regasifikasi LNG di Arun melalui afiliasi PT Perta Arun Gas.
(AR)