Perlahan tapi pasti, Diajeng Lestari mampu membangun Hijup.com menjadi situs e-commerce khusus busana muslim yang berpengaruh di tingkat nasional, bahkan menjangkau pasar internasional. Tahun 2015 lalu, star up yang didirikan pada 2011 ini juga mendapat dukungan pendanaan dari berbagai investor, seperti 500 startups, Fenox Venture Capital, dan Skystar Capital. Belum lama ini, HijUp berencana melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) merespons wacana PT Bursa Efek Indonesia yang akan memfasilitasi usaha kecil menengah untuk meraih dana dari pasar modal.
"Mimpi saya, 5 tahun mendatang dapat HijUp bisa IPO," kata CEO Hijup.com Diajeng Lestari dalam Festival Pasar Modal Syariah 2016 di Jakarta, Jumat, sebagaimana dikutip oleh antaranews.com.
Diajeng menambahkan, IPO merupakan target jangka menengah. Untuk target jangka pendek, Diajeng memprioritaskan rencana pengembangan bisnis HijUp di luar negeri, yakni mengoperasikan gudang penyimpanan (warehouse) di London, Inggris.
Diajeng menginginkan pengoperasian warehouse ini bisa terealisasi di tahun 2016. London dipilihnya sebagai pusat gudang penyimpanan karena lokasinya strategis. Sebab, produk-produk fesyen yang dijual di HijUp dibeli oleh konsumen di Eropa dan Amerika Serikat. Pengiriman busana muslim dari HijUp telah menjangkau 100 negara, antara lain Singapura, Malaysia, Inggris dan Amerika Serikat. “Keuntungan adanya gudang penyimpanan adalah mengurangi biaya pengiriman ke luar negeri dan menambah ketersediaan barang agar supply chain semakin lebih bagus ke depannya,” tutur isteri dari Achmad Zaky, CEO Bukalapak.com ini.
Salah satu kendala pengiriman barang ke luar negeri adalah tingginya biaya pengiriman. HijUp berupaya memberikan layanan yang maksimal di pasar internasional. Busana muslim (modest wear) buatan Indonesia sangat diminati di konsumen luar negeri, khususnya di Inggris dan Amerika Serikat. “Kualitas dan desainnya lebih unggul daripada bikinan China,” kata Diajeng.
Dia menggarisbawahi, Inggris dan Amerika Serikat menempati posisi ketiga dan keempat diantara 100 negara yang membeli busana-busana muslim di Hijup.com. Adapun, Singapura berada di peringkat pertama dan Malaysia di posisi kedua. “Penduduk muslim di Amerika Serikat sekitar 7 juta dan di UK lebih dari 3 juta jiwa. Jadi, pasarnya sangat potensial,” kata Diajeng. Untuk pasar domestik, Jakarta masih mendominasi pembelian produk-produk yang dipajang di situs belanja online ini.
Saat ini, jumlah merek di Hijup.com sebanyak 200 brand lokal. Sebanyak 90% dari jumlah brand tersebut adalah merek-merek yang skala bisnisnya masih UKM. Sisanya merek-merek ternama, antara lain Dian Pelangi. Berpijak dari data itu, Diajeng ingin mendorong merek lokal UKM ke jenjang yang lebih tinggi lagi yakni menjadi perusahaan manufaktur busana yang besar dari segi volume produksi.
Target jangka pendek lainnya adalah merilis aplikasi di telepon seluler. Berdasarkan data internal Hijup, sekitar 70% pengunjung Hijup.com mengaksesnya dari smartphone dan sisanya dari personal computer atau komputer jinjing. Hal ini membulatkan tekad Diajeng untuk menyiapkan aplikasi untuk piranti bergerak. “Aplikasinya akan diluncurkan bulan Ramadhan tahun ini,” katanya. Selain merilis aplikasi, Hijup akan gencar mempromosikan situs belanjanya di berbagai kota. Dalam waktu dekat ini, Hijup.com mengadakan kegiatan di Bandung, Medan, dan Yogyakarta.
Dia berharap inovasi layanan dan kegiatan promosi akan meningkatkan omzet pada 2016 sebesar 50%. “Tahun lalu pertumbuhan bisnis kami juga 50% dibandingkan tahun 2014. Pertumbuhan kami moderat karena kami sedang fokus mengembangkan perusahaan manufaktur yang akan beroperasi di tahun depan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan bahwa pihaknya mendorong perusahaan "start up" (rintisan) untuk melaksanakan IPO agar mendukung permodalan sehingga dapat melakukan ekspansi lebih luas.
"BEI masih mengkaji rencana itu bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Diharapkan rencana ini bisa memperkuat UKM serta industri pasar modal ke depannya," katanya. (SM/Foto: www.vemale.com)