Lesunya perekonomian di Tanah Air sepanjang tahun 2015 mempengaruhi pendapatan bersih sejumlah perusahaan, termasuk PT Astra Agro Lestari Tbk (ALLI). Pada 2014, pendapatan perseroan sebesar 16,31 triliun, maka pada 2015 turun menjadi Rp13.06 triliun, atau terkoreksi 19,9 persen. Pendapatan terbesar diperoleh dari penjualan CPO dan turunannya, yakni sebesar Rp11,5 triliun atau 88,3 persen, dan sisanya dari penjualan karnel dan turunannya.
Dalam keterangan yang resmi dikeluarkan perseroan di Jakarta, Senin (11/4), perseroan menjelaskan, penurunan pendapatan bersih tersebut dikarenakan oleh penurunan harga jual rata-rata CPO perseroan tahun 2015 sebesar 15,8% dari Rp 8.282/kg menjadi Rp6.971/kg.
Sejalan dengan penurunan harga CPO, peningkatan biaya pinjaman dan rugi selisih kurs seiring peningkatan jumlah utang perseroan dan laba bersih perseroan turun sebesar 75,3% dari Rp2,5 triliun menjadi Rp619,11 pada 2015.
Memasuki tahun 2016, perseroan akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada setiap proses bisnis yang diharapkan mampu menjadi pendorong utama dalam peningkatan kinerja perseroan di tahun 2016. Selain itu, berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), disetujui rencana rencana perseroan untuk melakukan penawaran umum terbatas dalam rangka penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMRTD).
Disebutkan, jumlah dana yang ditargetkan sekitar Rp4 triliun dengan jumlah saham baru yang ditawarkan maksimum 450 juta lembar. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk pelunasan sebagian pinjaman perseroan. Sebagai informasi, tahun ini, anak usaha dari Astra Internasional memproyeksikan pendapatan tumbuh menjadi Rp 16,93 triliun, dibandingkan perkiraan tahun lalu Rp 15,11 triliun dan realisasi 2014 senilai Rp 16,3 triliun. Laba bersih diperkirakan capai Rp 3,91 triliun, dibandingkan perkiraan tahun 2015 Rp 3,21 triliun dan realisasi tahun 2014 sebanyak Rp 4,25 triliun.
Direktur Keuangan Astra Agro Lestari Rudy Chan, seperti yang dikutip neraca.co.id, pernah mengatakan, perseroan akan fokus pada pengembangan bisnis di sektor hilir. Langkah ini diambil seiring anjloknya harga komoditas kelapa sawit yang telah berlangsung sejak tahun lalu.
"Rendahnya harga membuat kami memilih fokus ke hilir, karena memiliki nilai tambah lebih besar dan bea keluarnya juga rendah," katanya.
Sebagai langkah untuk memfokuskan bisnis ke sektor hilir, kata Rudy, pihaknya tengah membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Sulawesi Tengah. Pabrik baru ini diperkirakan menelan investasi hingga US$120 juta dengan kapasitas produksi 45 ton per jam. Saat ini, perseroan memiliki dua pabrik pengolahan CPO di Sulawesi Barat dan Riau dengan kapasitas 3.000 ton per hari. Pabrik tersebut mendapat pasokan tandan buah segar (TBS) sawit dari perkebunan perusahaan. Sedangkan luas perkebunan perseroan mencapai 297,8 ribu hektare yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.