PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berencana untuk membangun pabrik ban senilai US$500 juta melalui anak perusahaan barunya di bidang manufaktur.
“Oke yang paling gampang kita akan buat manufaktur ban untuk pesawat, jadi kita di Indonesia ini kan belum ada. Nah kita sudah ada investor CCCC (China Communication Construction Company). Itu salah satu BUMN besar di China, itu perusahaan infrastruktur atau manufaktur ban pesawat,” jelas Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, dalam keterangannya yang dilansir dari Detik.com, Selasa (23/10/2018).
Ia menjelaskan, bahwa CCCC sudah menyetujui untuk menjadi investor dari pembangunan pabrik ban pesawat. Total dana yang sudah sepakat dicairkan untuk merealisasikan rencana ini yaitu US$500 juta atau setara Rp7,5 triliun (kurs Rp 15.187). “Senilai US$500 juta. Kita sudah teken kontrak di forum IMF,” jelas Ari.
Ia menjelaskan, nantinya anak perusahaan dari pabrik ban pesawat tersebut akan di bawah PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMFI), yang merupakan anak perusahaan Garuda yang biasa menangani mengenai perlengkapan pesawat.
Selama ini Garuda Indonesia memang sudah memiliki anak usaha bergerak di bidang perawatan pesawat yaitu GMF AeroAsia. Namun perusahaan tersebut tidak mencakup manufakturing.
“Kalau GMF beli impor dari luar belum manufaktur, tidak ada yang manufaktur ban pesawat di Indonesia. Bisnisnya sendiri di Indonesia belum ada pabrik maunfaktur ban pesawat padahal karetnya (bahan mentahnya) ada disini, penggunanya banyak disini, kenapa kita gak punya, kenapa kita harus impor,” tutur Ari, seperti dikutip dari Liputan6.com, Selasa (23/10/2018).
Saat ini, lanjutnya, pihaknya tengah melakukan penjajakan dengan beberapa perusahaan vulkanisir ban ternama di antaranya Bridgestone dan Dunlop. “Lagi di tahap akhir (pembicaraannya),” ungkap Ari.
Selain Garuda Indonesia dan Citilink, kata Ari, nantinya maskapai lain pun bisa menjadi konsumen ban tersebut. Sebab, harga ban pesawat tersebut disinyalir akan jauh lebih murah dengan ban pesawat impor namun dengan kualitas yang sama.
Harga murah tersebut, terang Ari, di dapat dari hasil pemangkasan bea masuk impor dan bea pengapalan atau pengiriman barang via kapal.
“Akan lebih murah kalau ada di dalam negeri itu gak akan kena biaya impor terus kemudian tidak kena biaya pengapalan, pasti lebih murah minimum 30 persen,” tandas Ari.(DD)