“Backdoor Listing” Dalam Right Issue BTEK

Ilustrasi
Ilustrasi |

PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK), perusahaan pengolahan kayu dan pembenihan, telah menyatakan niatnya untuk melaksanakan penerbitan saham baru dengan skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue.

Dari aksi ini,diperkirakan perusahaan akan memperoleh dana segar sebesar Rp5,51 triliun.Namun kemudian, perseroan menyatakan, dana tersebut akan dikonversi menjadi saham Golden Harvest Cocoa Pte. Ltd. (GHPL).

Memang, dalam keterbukaan informasi Perseroan, right issue tersebut dilakukan dalam rangka mengakuisisi perusahaan investasi asal Virgin Island, Inggris Golden Harvest Cocoa Pte Ltd (GHPL).Direktur Bumi Teknokultura Unggul Ari Sutanto mengungkapkan, perseroan masih harus meminta persetujuan pemegang saham serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melanjutkan aksi tukar guling saham tersebut.

"Untuk ini kami harus lakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) nanti pada tanggal 27 April 2016," ucapnya di Jakarta, Kamis (21/4/2016).

Apabila, perseroan telah mengenggam izin dari pemegang saham dan OJK, maka kepemilikan saham mayoritas Bumi Teknokultura akan berpindah ke tangan Golden Harvest Pte. Ltd.. Sebab, aksi right issue akan membuat para pemegang saham lama terdilusi sebesar 83,33 persen.Di mana, saat ini, saham perseroan sebesar 18,13 persen dimiliki PT Asabri, 5,53 persen dipegang Edy Suwarno, sisanya sebesar 76,34 persen dikuasai oleh publik. Dalam hal ini, PT Asabri telah menyatakan tidak akan melaksanakan haknya dalam tight issue. Sehingga kemungkinan besar, akan terdilusi.

"Pemegang saham mayoritas nantinya akan dipegang oleh GHPL," katanya.

Beralihnya kepemilikan pemegang saham di perusahaan terbuka ke perusahaan private sudah mengindikasikan terjadinya backdoor listing, apalagi usai aksi ini, sumber pendapatan perseroan juga akan beralih ke coklat.Tidak tanggung-tanggung, bisnis coklat yang akan dijalankan melalui salah satu entitas usaha dari GHPL, Golden Harvest Cocoa Ltd berpotensi meng-generate pendapatan BTEK menjadi US$40 juta atau sekitar Rp500 miliar, padahal di 2015 saja pendapatan perseroan hanya bertengger di angka Rp49,11 miliar.