Untuk pembenahan alat-alat pendukung navigasi penerbangan di Tanah Air, Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau AirNav Indonesia telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 2,2 triliun. Investasi ini akan dikucurkan pada sekitar 273 bandara perintis maupun besar yang dioperasikan PT Angkasa Pura I dan II, maupun Kementerian Perhubungan.
Disebutkan Direktur Utama AirNav Indonesia, Bambang Tjahjono, investasi ini akan digunakan untuk pemeliharaan alat dan meningkatkan (upgrade) sistem di bandara seluruh Indonesia. Namun demikian, besaran bagi tiap bandara akan disesuaikan dengan kebutuhan. Di mana bandara besar dengan traffic yang tinggi akan lebih diprioritaskan dibandingkan bandara berskala kecil.
“Kalau bandara besar, alatnya diberikan lebih canggih. Kalau kecil dengan penerbangan seminggu sekali, dapatnya hanya alat komunikasi saja,” ujar Bambang, di sela acara "Musyawarah Nasional VI AirNav Indonesia" di hotel Grand Mercure, Surabaya, Rabu (6/4/2016).
Dicontohkannya, bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang dinilai lebih membutuhkan peningkatan kapasitas dan kemampuan alat yang mendesak. Di bandara tersebut dalam sehari, terdapat sekitar 1200 pergerakan atau 600 penerbangan.
Bahkan di luar alokasi investasi Rp 2,2 triliun itu, bandara tersibuk di Indonesia itu telah menelan anggaran sekitar US$ 1 juta. “Itu di luar anggaran Rp 2,2 triliun, karena sistem otomasi mereka butuh sekitar satu tahun,” kata Bambang.
Sementara untuk mendukung pembenahan tersebut, AirNav Indonesia bakal membutuhkan tambahan sekitar 200 orang tenaga ahli Air Traffic Controller (ATC). Sumber Daya Manusia baru tersebut rencananya direkrut untuk penempatan di bandar udara wilayah Papua. “Kami prioritaskan untuk ditempatkan di sana, termasuk yang tidak kalah penting adalah di Tanjung Pinang dalam rangka upper Natuna.”
Bambang menambahkan, selama ini dunia penerbangan Indonesia menemui kendala jumlah rekrutmen tenaga ahli ATC baru. Perekrutan melalui dua jalur institusi seperti Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) dan Akademi Teknik Penerbangan Indonesia (ATPI) dinilai masih kurang. “Sekarang kami bekerja sama dengan badan Border Security Force (BSF) terutama di daerah papua untuk mengadakan pelatihan khusus,” tuturnya.
Pelatihan ini dibiayai negara dan melatih langsung tenaga lokal. Harapannya, lulusan pelatihan tersebut bisa langsung ditempatkan di bandar udara terdekat. “Kami masih perlu sekitar 500 orang lagi tenaga ahli ATC. Sekarang masih berkisar 1400 orang dari AirNav Indonesia dan 700 orang dari TNI Angkatan Udara,” papar Bambang.
(AR)