Go public atau Initial Public Offering (IPO) adalah salah satu cara bagi perusahaan yang sedang berkembang untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pembiayaan atau pengembangan usaha. Agar saham yang ditawarkan dapat diserap pasar (investor), tentunya, pemilik perusahaan dituntut untuk bisa menunjukkan bahwa perusahaannya merupakan perusahaan yang prospektif. Prospek tersebut selain ditandai oleh “baiknya” aliran kas perusahaan juga oleh tingkat pertumbuhan yang dialami.
Selain itu, tingkat keuntungan yang diperoleh juga memegang peranan penting dalam keberhasilan penawaran perdana suatu perusahaan. Bukti empiris ini mendukung anggapan bahwa prestasi keuangan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan yang sangat penting dalam penilaian prestasi usaha sebuah perusahaan serta sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, lebih-lebih dalam pembelian saham.
Bisa jadi, hal tersebut yang mendasari sejumlah anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tergiur untuk melakukan aksi korporasi dalam bentuk IPO atau go public. Dana segar yang diincar untuk pengembangan perusahaan anak usaha BUMN ini pun cukup besar. Adapun, total dana yang dihimpun dari hasil IPO ini sekitar Rp21 triliun.
Di antara anak usaha BUMN yang akan melakukan IPO pada tahun ini meliputi anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk yaitu PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia. Lalu, di bidang properti, konstruksi dan infrastruktur ada PT PP Presisi, PT Wika Gedung. Dari masing-masing anak usaha BUMN ini, akan melepas minimal 20% sahamnya. Kemudian, akhir tahun ditutup dengan PT Jasa Armada Indonesia, anak usaha Pelindo II yang akan melepas sekitar 30% saham anak usahanya tersebut, dengan target dana yang diperoleh dari IPO sebesar Rp 2,5 triliun.
Aksi korporasi sejumlah anak usaha BUMN ini mendapat banyak apresiasi dan dukungan, terutama dari Presiden Joko Widodo. Dalam publikasinya, Presiden optimistis kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia saat ini sangat baik. Alhasil, Presiden menargetkan aliran dana yang masuk (capital inflow) ke pasar modal dalam negeri bisa meningkat dua kali lipat tahun ini.
Presiden Jokowi mengungkapkan, hingga pertengahan tahun 2017, arus dana yang masuk ke pasar keuangan mencapai Rp124 triliun. Meski baru setengah tahun, jumlah dana tersebut sudah hampir mencapai total capital inflow sepanjang tahun lalu sebesar Rp126 triliun.
Data ini yang mendasari keyakinan Presiden bahwa aktivitas pasar keuangan mulai dari bursa serta obligasi akan semakin menggeliat tahun ini. Presiden berharap capital inflow tahun ini bisa double (naiknya). Menurut Presiden, kebutuhan dana, terutama untuk infrastruktur sangat besar dan tidak bisa hanya mengandalkan pinjaman perbankan. “Ini (alternatif pembiayaannya) bisa dari bursa," kata Presiden dalam pidatonya di acara Dialog Dengan Pelaku Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia, Jakarta beberapa waktu lalu.
Berdasarkan hal itu, menunjukkan bahwa pasar modal berperan besar dalam penyediaan modal untuk pengembangan bisnis dan investasi, termasuk untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan penyediaan lapangan kerja.
Selama tahun berjalan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh 6,61% ke level 5.646,99. Indeks digadang-gadang menyentuh 6.000-6.500 pada pengujung 2017, dengan syarat berbagai kebijakan ekonomi AS yang diterapkan Donald Trump tidak memicu ketidakpastian baru di pasar global, ekonomi Tiongkok tumbuh lebih moderat, dan negara- negara Eropa tidak terus tenggelam dalam perlambatan ekonomi.
Berbekal asumsi tersebut, tak perlu heran jika banyak yang menganggap tahun ini adalah timing yang tepat untuk melangsungkan IPO. Wajar pula jika ada yang menilai sekarang adalah momentum yang bagus untuk mencatatkan saham perusahaan (listing) di BEI.
Bila investor berasumsi dan berekspektasi pasar akan naik (bullish), tentu saham IPO yang ditawarkan kepada publik bakal laris manis. Dengan begitu, calon emiten bisa lebih fleksibel dalam menentukan harga (pricing) dan menetapkan jumlah saham yang dilepas ke publik (sizing). Alhasil, dana yang digalang perusahaan lewat IPO akan lebih optimal. Terbukti, harga saham delapan emiten baru yang melantai di BEI tahun ini umumnya naik signifikan, malah ada yang menguat sampai 500% lebih.
Dari sisi makro, fundamental ekonomi Indonesia tahun ini juga relatif lebih kokoh. Meski asumsi pertumbuhan ekonomi nasional dalam APBN 2017 dipatok 5,1%, banyak yang percaya realisasinya bisa 5,3%, lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2016 yang cuma 5,02%.
Dari sisi fundamental bursa, menggelar IPO saat ini juga merupakan keputusan yang rasional. Valuasi saham dan nilai buku emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih tergolong murah. Rata-rata price to earning ratio (PER) IHSG sekarang adalah 16,6 kali dengan price to book value (PBV) 2,1 kali. Dengan proyeksi laba emiten besar tahun ini tumbuh 35% dibanding tahun lalu yang cuma 20%, harga saham di bursa domestik bakal semakin atraktif.
Hal paling mendasar yang perlu segera dieksekusi BEI dan OJK adalah memangkas prosedur, aturan, dan biaya selama proses IPO maupun setelah saham perusahaan tercatat di bursa. Banyak pengusaha yang mengubur keinginannya untuk mencatatkan saham perusahaan di bursa akibat panjangnya prosedur, banyaknya aturan, dan mahalnya biaya, dari biaya IPO (initial listing fee), biaya tahunan (annual listing fee), hingga setoran OJK.
Debirokratisasi, deregulasi, dan efisiensi biaya perlu dilakukan, mengingat bursa saham negara lain sudah lama menerapkannya. Jika tidak, bursa saham kita akan terus tertinggal. Di Indonesia terdapat 5.000 perusahaan yang layak melantai di bursa saham, namun hingga kini baru punya 563 listed company. Dari ratusan listed company itu, baru sekitar 20 emiten BUMN yang ada di dalamnya. Meski, kapitalisasi pasar 20 emiten BUMN ini sudah mencapai 26% dari total yang tercatat di BEI.
Secara keseluruhan, sejumlah anak usaha BUMN melakukan IPO di tahun ini diharapkan menjadi katalisator laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai akhir tahun ini.
Impact dari aksi korporasi ini adalah mengindikasikan membaiknya kinerja emiten dan Pasar Modal, akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ini sekaligus menunjukkan bahwa para pencari dana maupun pemilik dana menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap pasar modal dalam negeri. (RiP)