PT Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha agro bisnis, agro industri kelapa sawit dan karet. Perseroan yang didirikan pada 11 Maret 1996 tersebut merupakan induk usaha BUMN Perkebunan yang bergerak di bidang perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan yang mencakup perkebunan kelapa sawit, karet, tebu, kopi, teh, dan kakao.
Areal Holding Perkebunan terdiri atas areal konsesi kelapa sawit seluas 575.744 hektare, areal konsesi karet seluas 164.182 hektare, areal konsesi teh seluas 31.157 hektare, dan areal tebu seluas 49.427 hektare.
Perseroan memiliki 12 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah sebesar 585 ton tandan buah segar per jam dan 7 pabrik karet dengan kapasitas olah sebesar 167,8 ton karet kering per hari.
Produk utamanya, antara lain, minyak kelapa sawit (CPO), inti kelapa sawit (Kernel) dan karet berupa lateks pekat, crumb rubber dan sheet. Kegiatan Perseroan antara lain mencakup budi daya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet.
Per Oktober 2017, Perseroan mampu mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp921 miliar. Laba tersebut tumbuh 214% dibanding periode yang sama pada 2016 yang masih merugi Rp806 miliar.
Dalam keterangan resmi yang di-release pada 14 November 2017 lalu, Direktur Utama PTPN III Dasuki Amsir mengatakan, peningkatan kinerja tersebut karena sejumlah faktor seperti perubahan budaya kerja, peningkatan penjualan, produktivitas tanaman, efisiensi untuk menekan harga pokok, serta kenaikan harga komoditas.
Holding Perkebunan Nusantara PTPN III juga mampu mencatatkan kenaikan penjualan menjadi sebesar Rp28,2 triliun atau tumbuh 4,89% dibanding periode yang sama pada 2016 sebesar Rp26,9 triliun, di tengah kenaikan harga komoditas.
Menurut Dasuki, kenaikan penjualan tersebut ditopang peningkatan produktivitas tandan buah segar (TBS) kebun sebesar 12,06%, CPO kebun sebesar 8,50% dan kernel kebun sebesar 3,57% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Sementara harga CPO secara rata-rata tahun 2017 mencapai Rp8.500 per kilogram, naik dari tahun 2016 yang hanya sekitar Rp7.500 per kg.
Selain kenaikan harga, volume penjualan tandan buah segar kelapa sawit juga tercatat naik. PTPN III mencatat angka tandan buah segar kelapa sawit yang dipanen pada bulan Januari - Oktober 2017 mencapai 6,9 juta ton atau naik dari periode yang sama bulan lalu yakni 6,1 juta ton.
Melihat performa itu, PTPN III memproyeksi produksi minyak sawit hingga akhir tahun 2017 sekitar 2,1-2,2 juta ton. Meski demikian, prediksi itu masih di bawah target yang dipasang awal tahun sebanyak 2,4 juta ton. Dengan perkiraan itu, perusahaan mengestimasi pendapatan hingga akhir tahun Rp33 triliun.
Dari sisi perbaikan operasional, menurut Dasuki, manajemen juga mampu mencatatkan net operating cash flow senilai Rp1,6 triliun. Nilai tersebut meningkat sebesar 31,84% dibandingkan periode yang sama pada 2016 sebesar Rp1,2 triliun.
Peningkatan kinerja itu menunjukkan bahwa program corporate, yaitu turn around, sudah berjalan sesuai jalur. “Perusahaan juga telah berhasil melakukan efisiensi di semua lini operasional, misalnya, melalui penggunaan e-procurement sampai dengan Oktober 2017, perusahaan berhasil melakukan efisiensi 6,42%,” kata Dasuki mengungkapkan.
Perbaikan kinerja juga didukung adanya perubahan budaya kerja dan efisiensi dalam operasional baik di on farm ataupun off farm. Pada tahun ini perseroan akan fokus pada peningkatan produktivitas dan efisiensi agar tercapai harga produksi yang efisien dan konsisten, sehingga apabila terjadi penurunan harga komoditi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.
Sekalipun demikian, PTPN III tak berani mematok target produksi 2018 tinggi-tinggi. Volume produksi minyak sawit tahun depan diperkirakan tetap di kisaran 2,1 juta ton. Untuk mencapai mempertahankan produktivitas sawit, perusahaan akan melanjutkan intensifikasi, antara lain dengan pemupukan yang tepat dan penerapan kultur teknis.
Sementara untuk penjualan, PTPN III menargetkan tahun 2018 dapat mengantongi Rp37 triliun. Perusahaan belum dapat menghitung perkiraan laba bersih, tetapi efisiensi akan diteruskan. (RiP)