Emisi Saham Mini Makin Diminati

ilustrasi
Ilustrasi | iStock

Tahun ini, pasar modal mulai diminati oleh perusahaan yang tengah mencari modal untuk meningkatkan atau mengembangkan usahanya melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO). IPO merupakan aksi menjual saham yang pertama kali dilepas perusahaan untuk ditawarkan atau dijual kepada masyarakat/publik.

Tujuan IPO sendiri biasanya adalah untuk mendapatkan dana murah. Di mana perusahaan bisa mendapatkan dana untuk menambah modal dengan tidak terbebani bunga. Selain itu, IPO juga ditenggarai mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Dengan mendapatkan dana murah tersebut, perusahaan bisa membayar utang dan memperbaiki laporan keuangannya dengan cepat.

IPO juga dinilai mampu berpotensi untuk mempercepat pertumbuhan perusahaan. Di mana dengan dana murah, ekspansi bisa lebih cepat dan dalam jangka panjang potensi pertumbuhan perusahaan bisa lebih besar. Langkah IPO juga bisa meningkatkan citra perusahaan. Pasalnya, perusahaan publik akan selalu disorot media. Bila mampu dikelola dengan baik, sorotan media bisa menjadi alat marketing tidak langsung bagi perusahaan.

Selain itu, dengan go public, nilai perusahaan berpeluang jauh meningkat di masa depan seiring dengan kenaikan harga sahamnya. Jika perusahaan dipersepsi memiliki kinerja yang baik oleh investor, maka peluang kenaikan saham juga meningkat.

Umumnya, saham yang dilepas ke publik hanyalah sebagian kecil dari seluruh jumlah saham perusahaan. Hingga Senin, 16 Oktober 2017, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sudah ada 27 emiten yang melantai di bursa. PT Kapuas Prima Coal Tbk. yang resmi melakukan pencatatan dan perdagangan perdana saham di BEI, pada Senin (16/10/2017), menjadi emiten ke-27 pada 2017 ini. Perusahaan melepas sebanyak 550 juta lembar saham ke publik, dengan menargetkan raihan dana sebesar Rp77 miliar.

BEI sendiri menargetkan tahun ini ada 35 emiten baru. Dalam pipeline IPO BEI, masih ada 10 emiten lagi yang berniat melepas sahamnya di bursa. Meski target perusahaan yang menggelar IPO bisa tercapai, tapi nilai emisi penerbitan saham baru tahun ini terbilang kecil. Namun dari 27 emiten, nilai emisi IPO tercatat hanya sebesar Rp6,31 triliun. Padahal tahun lalu saja, nilai emisi IPO bisa mencapai Rp12,11 triliun dari 16 perusahaan IPO.

Jika melihat data statistik pasar modal pada September 2017 yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penurunan yang sangat tajam terjadi pada emisi saham IPO. Misalnya, data pada pekan ketiga September 2017, dengan jumlah 21 emiten baru, emisi IPO hanya Rp4,29 triliun. Pada tahun sebelumnya, pada pekan ketiga september 2016, emisi saham IPO mencapai Rp12,07 triliun.

Namun demikian, dengan nilai IPO yang mini, pasar akan lebih menyerap IPO perusahaan baru. Jumlah yang ditawarkan memang tidak terlalu besar, namun ini bisa untuk menarik minat para investor.

Dalam keterangan yang dikutip Kontan, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengatakan, dengan emisi yang kecil-kecil, pasar mudah menyerap IPO perusahaan baru. “Jumlah yang ditawarkan kepada publik sangat kecil, pemberitaannya pasti oversubscribed,” kata Alfred.

Bahkan, jika berkaca pada IPO PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk. (GMFI), dengan keperluan pendanaan yang besar, pasar tak mudah menyerap IPO GMFI. Oleh karena itu, anak perusahaan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) tersebut hanya melepas 10 persen saham kepada publik. Padahal sebelumnya, GMFI berencana melepas 30 persen saham kepada publik.

Alfred berkesimpulan, saat ini, pertimbangan banyaknya dana yang dicari juga menentukan pertimbangan pasar. Nilai emisi yang kecil ini justru yang dipilih oleh pasar.

Sementara Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menjelaskan, biasanya calon emiten juga harus menyesuaikan valuasi sektoral dengan permintaan pasar, agar saham perdananya mudah terserap pasar. Kalau fundamental sektor jelek, harga akan rendah. Karena itulah, perusahaan harus mempertimbangkan timing yang tepat untuk masuk bursa saham.

Hans yakin, tahun depan, minat IPO masih cukup tinggi. Beberapa anak usaha BUMN juga sudah siap melakukan IPO. Menurut Aditya, selain harus menjaring emiten sebanyak-banyaknya, BEI juga harus bisa menjaring perusahaan besar untuk IPO demi mendorong kapitalisasi pasar di bursa saham.

Dalam dua tahun terakhir, pasar saham memang terlihat kurang kondusif. Alhasil, investor terlihat cukup hati-hati untuk berjualan. Ini menyebabkan suplai saham di pasar kurang dan harga saham tetap berada di atas harga pelaksanaan.

Sebelum IPO, calon emiten pasti mengukur berapa kebutuhan modal ekspansi tahun ini. Proses pitching dimulai bersama para underwriter. Tapi, respons pasar akan tergantung prospek bisnis dan sektor si calon emiten, sehingga ada potensi nilai emisi terpaksa dipangkas. Kendati demikian, prospek IPO tahun ini dinilai banyak kalangan lebih menarik dibandingkan dengan tahun lalu. (DD)