Beton Pracetak Masa Depan Konstruksi Indonesia

Ilustrasi
Ilustrasi | Nugroho/Annualreport.id

Kehandalan sumber daya konstruksi dalam mendukung percepatan pembangunan infrastruktur berarti juga mendukung daya saing Indonesia. Di kancah Internasional, daya saing Indonesia saat ini berada pada peringkat 36. Salah satu faktor pengungkitnya yaitu daya saing infrastruktur yang saat ini berada pada urutan ke 52, setelah di tahun 2016 berada di peringkat 60 dunia.

Untuk mendukung hal tersebut, Undang-Undang Jasa Konstruksi No.2 Tahun 2017 secara tegas menyebutkan pada pasal 17 ayat (1) bahwa kegiatan usaha jasa konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi.

Dalam kaitan itu, diperlukan peran stakeholder rantai pasok sumber daya konstruksi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah bertanggung jawab atas peningkatan kualitas material, peralatan dan teknologi konstruksi dalam negeri serta peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja.

Hal itu disebabkan industri konstruksi memiliki beragam kebutuhan khusus, mulai dari produk material, teknologi, sumber daya manusia yang kompeten, hingga pendanaan dan investasi proyek.

Artinya, di tengah perkembangan infrastruktur, dibutuhkan teknologi material yang bisa diterapkan secara cepat tetapi juga dengan kualitas yang terjaga. Beton pracetak dapat menjadi jawaban atas tantangan pembangunan tersebut.

Beton pracetak merupakan masa depan industri konstruksi. Sebenarnya perkembangannya sudah dimulai sejak awal tahun 1980-an. Namun saat itu, masih ada keraguan apakah beton pracetak bisa menjawab kebutuhan konstruksi.

Pertumbuhannya juga tidak terlalu cepat dibandingkan dengan pertumbuhan konstruksi. Pasalnya, pengadaan beton pracetak perlu investasi yang cukup besar.

Di Indonesia, hingga saat ini, telah banyak aplikasi teknologi beton pracetak pada banyak jenis konstruksi dengan didukung oleh sekitar 16 perusahaan spesialis beton pracetak, atau lebih dikenal dengan sebutan precaster.

Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton pracetak ini, antara lain, terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predicability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability.

Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era millennium ini. Pada dasarnya, system ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi).

Keunggulan system ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi dan pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Sistem pracetak berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.

Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong peningkatan kapasitas industri beton pracetak dan prategang nasional menjadi 50% hingga 2019. Besaran porsi tersebut bertujuan untuk menciptakan efektivitas, efisiensi dan kualitas dalam penyelenggaran kontruksi.

Salah satu penerapan teknologi beton pracetak di Indonesia adalah pada proyek pengembangan infrastruktur simpang susun Semanggi, Jakarta, yang rencananya akan jadi infrastruktur pengentas kemacetan di kawasan Semanggi.

Pengerjaan pembangunan simpang susun Semanggi dilakukan PT Wijaya Karya Tbk dengan menggunakan dana yang berasal dari nilai kompensasi pengembang PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company.

Direktur Teknik dan Sistem Manajemen PT Wijaya Karya Beton Tbk Sidiq Purnomo mengatakan, teknologi yang digunakan dalam pembangunan simpang susun Semanggi merupakan salah satu contoh kemajuan dunia konstruksi Indonesia.

"Metode pembangunan jembatan lingkar Semanggi menggunakan sistem beton pracetak segmental box girder dengan metode pengangkatan dengan lifter yang diperkuat dengan prestressed," kata Sidiq sebagaimana dikutip dalam publikasinya di Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Dengan menggunakan teknologi jembatan terkini, proses pembangunan proyek bisa berjalan sangat cepat serta pembiayaannya bisa efisien. Dalam perencanaan awal, pembangunan simpang susun ditargetkan rampung dalam 540 hari atau sekitar 18 bulan.

"Namun pada akhirnya, pembangunan jembatan layang dengan total panjang mencapai 1,6 km ini hanya membutuhkan waktu 15 bulan. Efisiensi waktu dalam proses penyelesaian proyek simpang susun Semanggi bisa dilakukan karena menggunakan teknologi beton pracetak," katanya. (RiP)